TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A.Pengertian Teori Humanisme
Teori belajar Humanisme
memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor internal dirinya dan
bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuan.Menurut teori belajar
humanisme, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu.Kebermaknaan
perwujudan dirinya itu bahkan bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi
juga oleh lingkungan sekitarnya.Menurut teori belajar humanisme, tujuan belajar
adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika
peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Bagi penganut teori
humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar. Dalam
kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses
belajar dalam bentuiknya yang paling ideal. Dengan kata lain teoti ini lebih
tertarik pad aide belajar dalam bentukny yang paling ideal daripada belajar apa
adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam keseharian. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuannya untuk “memanusiakan manusia” mencapai aktualisasi
diri dan sebagainya dapat tercapai.
Perhatian psikologi
humanistikyang terutama tertuju pada masalah bagaimanatiap-tiap inividu
dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribasi nereka yang mereka
hubungkan dengan pengalaman-pengalaman mereka sendiri.Menurut para pendidik
aliran mumanustik, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai
dengan perasaan dan perhatian siswa.Tujuan utama pada pendidikan adalah
membantu anak untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu unytuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantunya dalam merealisasikan / mewujudkan potensi-potensi yang ada pada
diri mereka.Dalam menyoroti masalah perilaku, para ahli psikologi behaviorist
dan humanistik mempunyai pandangan yang berbeda. Para behaviorist memandang
orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responnya terhadap lingkungan; pengalaman
mas lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebliknya, para
humanist mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka
sendiri, mereka bebas memilih kualitas hidup mereka dan tak terikat pada
lingkungannya.
Pendekatan humanisme diikhtisarkan sbb;
· Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan
suatu perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu
perangkat tujuan yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan
cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka.
· Pendidik aliran humanistik mempunyai perhatian yang
murni dalam pengmbangan anak-anak, perbedaan-perbedaan individual.
B. Pandangan Abraham Maslow.
Abraham Moslow adalah tokoh
gerakan Humanistik di Amerika.Walaupun dia memperoleh pendidikan itu di
kalangan Behavioristik, Maslow mampu mengembangkan pandangan yang komprehensif
tentang prilaku manusia.Kontribusi yang diberikan Maslow adalah motivasi,
aktualisasi diri, dan pengalaman puncak yang memiliki dampak terhadap kegiatan
belajar.
Maslow menyampaikan teori
motivasi manusia berdasarkan pada hierarki kebutuhan. Kebutuhan pada tingkat
paling rendah adalah kebutuhan fisik (physiological needs), seperti rasa lapar
dan haus, dan harus di penuhi sebelum individu dapat memenuhi kebutuhan akan
rasa aman (safety neeeds). Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan yang menjadi
milik dan dicintai (sense of belongingness and love), kemudian kebutuhan
penghargaan (esteem needs), yakni merasa bermanfaat dan hidupnya berharga, dan
akhirnya kebutuhan aktualisasi diri itu termanifestasi di dalam keinginan untuk
memenuhi sendiri (self-fullfilment), untuk menjadikan diri sendiri sesuai
dengan potensi yang dimiliki.
Penelitian Maslow tentang
orang-orang terkenal, seperti Lincoln dan bethovens, telah mengarahkan
perhatiannya dalam mengidentifikasi 15 karakteristik kepribadian dasar bagi
orang-orng yang beraktualisasi diri. Pandangan yang menarik dari maslow setelah
melakukan penelitian itu adalah bahwa aktualiasi diri hanya mungkin di capai
oleh oang-orang yang sudah dewasa.
Penekanan Maslow tentang
akumulasi pengalaman bukan saja memaknai individu sebagai individu, melainkan
pengamatan itu juga dapat digunakan sebagai sumber daya dalam kegiatan
belajar.Konsep diri peserta didik, yakni individu yang lebih mandiri diperoleh
karena telah memiliki banyak pengalaman, yang selanjutnya dapat digunakan untuk
membantu peserta didik dalam menuju padapengarahan diri (self direction) atau
aktualisasi diri (self actualization). Individu yang berkualitas diri
menampilkan karakteristik sebagai berikut :
a. Berorientasi
secara realistic
b. Menerima diri
sendiri, orang lain dan dunia alamiah, sebagaimana adanya.
c. Bersifat
spontan dalam berpikir, beremosi, dan berprilaku.
d. Terpusat pada
masalah (problem centered) dan bukan terpusat pada diri sendiri (self
centered).
e. Meiliki
kebutuhan privasi dan berupaya memperolehnya, jika memiliki kesempatan, serta
memerlukan waktu berkonsentrasi untuk memperoleh sesuatu yang menarik bagi
dirinya.
f. Bersifat
otonomi, independen, dan mampu mempertahankan kebenaran ketika menghadapi
perlawanan.
g. Kadang-kadang
memiliki pengalaman mistik yang tidak berkaitan dengan pengalaman keagamaan.
h. Merasa sama
dengan manusia secara keseluruhan berkenaan bukan saja dengan keluarga,
melainkan juga kesejahteraan dunia secara keseluruhan.
i. Memiliki
hubungan dekatdan secara emosional dengan orang-orang yang dicintai.
j. Memiliki
struktur karakter demokratis berkenaan dengan penilaian individu dan mampu
bersahabat bukan didasarkan pada ras, status, agama.
k. Meiliki etika
yang berkembang terus
l. Memiliki
selea humor tinggi
m. Meiliki
selera kreativitas tinggi.
n. Menolak
keseragaman kebudayaan.
Dalam pandangan Maslow, tujuan
pendidikan adalah aktualisasi diri, atau membantu individu menjadi yang terbaik
sehingga mereka mampu menjadi yang terbaik.Pendidik hendaknya menjadikan
kegiatan belajar itu berasal dari dalam diri individu, yakni, belajar pada diri
manusia pada umumnya, dan kedua belajar menjadi manusia tertentu. Proses
pendidikan hendaknya memberikan pengalaman puncak agar terjadi belajar dan
pemahaman.Tujuan pendidikan di semua jenjang hendaknya bersifat menemukan
identitas dan kecakapan, menemukan identitas diri berarti menemukan karir diri
sendiri.
Maslow disebut sebagai bapak
spiritual psikologi humanistic I Amerika, juga bertanggung jawab menyampaikan
pandangan manusia sebagai peserta didik aktualisasi diri (self-actualizing
learner). Pandangan yang sama juga di sampaikan oleh Carl Rodgers yang
menyatakan orang yang berfungsi secara penuh (fully functioning person).
C.Pandangan Karl Rodgers.
Carl Roger merupakan tokoh Teori Kepribadian Humanistik, Ia Lahir di
Illinois (1902 – 1988) Ia adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan
potensi manusia, yang menekankan perkembangan pribadi melalui latihan
sensitivitas, kelompok pertemuan, dan latihan lainnya yang ditujukan untuk
membantu orang agar memiliki pribadi yang sehat. sejak kecil Ia menerima
penanaman yang ketat mengenai kerja keras dan nilai agama Protestan. Kelak
kedua hal ini mewarnai teori-teorinya. Setelah mempelajari teologi, ia masuk
Teacher’s College di Columbia Uni, dimana banyak tokoh psikologi mengajar. Di
Columbia Uni ia meraih gelar Ph.D.Rogers bekerja sebagai psikoterapis dan dari
profesinya inilah ia mengembangkan teori Humanistiknya. Dalam konteks terapi,
ia menemukan dan mengembangkan teknik terapi yang dikenal sebagai
Client-centered Therapy.
Roger mengajukan dua konstruk pokok dalam teorinya, yaitu Organisme dan
Self :
1) Organisme
Organisme yaitu makhluk fisik (physical Creature) dengan semua
fungsi-fungsinya, baik fisik maupun psikis, organisme ini merupakan locus
(tempat) semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang
tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri, dan juga di dunia
luar (external world). Totalitas pengalaman, baik yang disadari maupun tidak,
membangun medan fenomenal (phenomenal field).
2) Self
Self merupakan konstruk utama dalam Teori Kepribadian Rogers, yang saat ini
dikenal dengan Self Concept (konsep diri), Roger mengartikannya sebagai
presepsi tentang karakteristik “I” atau “me” dengan orang lain atau berbagai
aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan persepsi tersebut.
Diartikan juga sebagai keyakinan “keyakinan tentang kenyataan, keunikan dan
kualitas tingkah laku diri sendiri”.Konsep diri merupakan gambaran mental
tentang diri sendiri, seperti “Saya cantik” dan “Saya seorang pelajar yang
rajin”.
Hubungan antara self concept dengan organisme (actual experience) terjadi
dalam dua kemungkinan, yaitu “Congruance” atau “Incongruance”.Kedua kemungkinan
hubungan ini menentukan perkembangan kematangan penyesuaian (adjustment) dan kesehatan
mental (mental health) seseorang.
Sebagaimana ahli Humanistik
umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi
diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi
individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia.Aktualisasi
diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan
menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.
D.Prinsip-prinsip Belajar.
Ada beberapa asumsi yang mendasari
pendekatan humanistic dalam pendidikan, pertama, peserta didik mempelajari apa
yang mereka butuhkan dan ingin diketahui. Kedua, belajar tentang cara-cara
belajar adalah lebih penting dibandingkan dengan memperoleh pengetahuan
actual.Ketiga, evaluasi yang di lakukan oleh peserta didik sendiri adalah
sangat bermanfaat dari pekerjaanya. Keempat, perasaan adalah sama pentingnya
dengan fakta, dan belajar merasakan adalah sama pentingnya dengan belajar
cara-cara berpikir. Kelima, belajar akan terjadi apabila peserta didik tidak
merasakan adanya ancaman.
1. Swa Arah (Self-Direction)
Prinsip Swa arah menyatakan
bahwa sekolah hendaknya memberikan kesempatan kepada pesertadidik untuk
memutuskan bahan belajar yang ingin di pelajari.Bahan belajar yang ingin dipelajari
peserta didik adalah memenuhi kebutuhan keinginan, hasrat ingin tahu, dan
fantasinya.Prinsip ini lebih mementingkan pada motivasi intrinsic, dorongan
dari dalam untuk bereksplorasi, dan hasrat ingin tahu yang timbul dari diri
sendiri.
Tugas fasilitator di dalam
mengarahkan peserta didik menjadi pembelajar swa-arah adalah sebagai
berikut :
a. Mendorong
peserta didik untuk memenuhi kompetensi baru.
b. Membantu
memperjelas aspirasinya guna meningkatkan kompetensinya.
c. Membantu
mendiagnosis kesenjangan antara aspirasi dengan kinerjanya sekarang.
d. Membantu
mengidentifikasi masalah-masalah kehidupan yang mereka alami.
e. Dan
melibatkan peserta didik dalam proses merumuskan tujuan belajar dengan
mempertimbangkan kebutuhan pesera didik yang telah didiagnosis.
2. Belajar tentang Cara-cara Belajar
(Learning how to learn)
Prinsip kedua dalam pendekatan
Humanistik adalah bahwa sekolah hendaknya menghasilkan anak-anak yang secara
terus-menerus menumbuhkan keinginannya untuk belajar dan mengetahui cara-cara
belajar. Pengetahuan yang diperoleh anak dari orang lain adalah kurang
berharga. Bagi anak-anak, apa yang dipelajari tidak membuat kenyataan itu
berbeda, selama anak-anak itu ingin mempelajari. Tugas sekolah adalah membuat
anak ingin belajar dengan tujuan yang eksplisit.
Tugas fasilitator di dalam
membantu peserta didik mengetahui cara-cara belajar adalah sebagai
berikut :
a. Memotivasi
peserta didik mempelajari tugas-tugas belajar yang telah di rancang bersama.
b. Membantu
merancang pengalaman belajar, memilih bahan belajar, dan metode belajar, dan
melibatkan peserta didik dalam pembuatan keputusan bersama.
3. Evaluasi Diri
peserta didik. Evaluasi diri
merupakan prasyarat bagi perkembangan kemandirian peserta didik.Evaluasi yang
di lakukan oleh sekolah atau pendidik yang diakhiri dengan kenaikan kelas dan
kelulusan dipandang sebagai tindakan yang mengganggu aktivitas belajar peserta
didik.Demikian pula nstrumen evaluasi yang diwujudkan dalam bentuk tes objektif
yang memiliki karakteristik jawaban yang benar adalah satu.Ujian yang
mensyaratkan peserta didik tidak boleh membuka buku atau catatan dalam bentuk
apapun juga tidak disukai oleh pendekatan humanistic.Alasannya adalah apabila
tujuan itu digunakan untuk membalikkan ataubimbingan belajar kepada peserta
didik atau perbaikan pembelajaran yang diperlukan oleh pendidik, maka buku atau
catatan harus boleh dibuka oleh peserta didik pada waktu mengerjakan soal
ujian. Peserta idik tidak dievaluasi dengan cara membandingkan dengan peserta
didik lain atau dengan standar yang ditetapkan oleh pendidik, melainkan
sebaliknya di evaluasi dengan menggunakan standar peserta didik itu sendiri,
dan tanpa ada grading.
Tugas fasilitator di
dalam kegiatan evaluasi diri pada peserta didik adalah sebagai berikut :
a. Melibatkan
peserta didik dalam mengembangkan kriteria kinerja, dan metode dalam mengukur
kemajuan tujuan belajarnya.
b. Membantu
mengembangkan dan menerapkan prosedur evaluasi kemajuan belajar.
4. Pentingnya Perasaan (Important
Feelings)
Pendekatan Humanistik tidak
membedakan domain kognitif dan afektif dalam belajar; dalam arti kedua domain
itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.Dalam praktik
pembelajaran ada kecenderungan pendidik lebih terkonsentrasi pada domain
kognitif dan melupakan domain afektif.Dalam pandangan humanistic, domain
afektif adalah samam pentingnya dengan domain kognitif, sehingga keduanya tidak
boleh dipisahkan.
Tuga fasilitator dalam
mengembangkan perasaan positif peserta didik terhadap pembelajaran adalah
sebagai berikut :
a. Membantu
peserta didik menggunakan pengalamannya sendiri sebagai sumber belajar dengan
menggunakan teknik seperti diskusi,permainan peran, studi kasus, dan
sejenisnya.
b. Menyampaikan
isis pembelajaran berdasarkan sumber-sumber belajar yang sesuai dengan
tingkatpengalaman peserta didik.
c. Membantu
menerapkan hasil belajar ke dalam dunia nyata( transfer of learning). Hal ini
akan membuat belajar lebih bermakna dan terpadu.
5. Bebas dari Ancaman (freedom of threat)
Belajar akan lebih mudah,
lebih bermakna, dan lebih diperkuat apabila belajar itu terjadi dalam suasana
yang bebas dari ancaman. Pendidikan yang berlangsung selama ini di pandang oleh
para pakar humanistic sebagai tempat yang tidak menghargai peserta didik,
menjijikan, membuat malu peserta didik.Persoalan utamanya adalah peserta didik
selalu dikendalikan dan dievaluasi oleh sekolah dan pendidik, mereka tidak
memiliki pilihan untuk memilih bahan belajar, dan tidak ada kesempatan memilih
kegiatan belajar dengangaya belajarnya sendiri. Berbagai persoalan itu akan
memjadi ancaman pembelajar yang pada gilirannya akan mengganggu belajarnya.
Tugas fasilitator dalam
menciptakan iklim blajar yang bebas dari ancaman adalah sebagai berikut:
a. Menciptakan
kondisi fisik yang menyenangkan, seperti tempat duduk, ventilasi, lampu, dan
kondusif untuk terciptanya interaksi antar peserta didik.
b. Memandang bahwa
setiap peserta didik merupakan pribadi yang bermanfaat, dan menghormati perasaaan
dan gagasan-gagasannya.
c. Membangun
hubungan saling membantu antar peserta didik dengan mengembangkan
kegiatan-kegiatan yang bersifat kooperatif dan mencegah adanya persaingan dan
saling memberikan penilaian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar