Dengan Kebaikan
Mereka Menjadi Tahu
Ini
adalah pengalaman yang pernah gue alami sendiri. Cukup biasa sih. Biasa banget
malah nggak terlalu amazing. Tetapi
apa pun itu yang penting gue dapat mengambil pelajarannya. Memang benar apa
yang ibu gue bilang selama ini. Betapa jahatnya perlakuan yang dilakukan orang
lain terhadap kita, tidak ada salahnya jika kita memperlakukannya sewajarnya
saja dan jangan ada kata balas dendam yang terpenting. Memang sebenarnya sangat
berat untuk bersikap demikian. Bisa kok, asalkan kita sabar dan mau melakukannya.
Sabar adalah hal tersulit karena itu sama saja kita memerangi diri kita
sendiri. Namun akan sangat mulia jika kita melakukan hal tersebut.
Awalnya
gue dan teman gue hendak pulang ke kota asal gue. Maklum sebagai seorang anak
kuliahan tak berduit, pulang ke rumah adalah suatu kebanggaan. Paling sebulan,
gue pulang sekali. Itu pun kalau rindu berat kepada orang tua sudah terlanjur over. Kalau enggak ya udah berdiam di
kos menikmati sakit-perihnya bersama tugas selama hari libur. Mungkin kalau
bagi orang lain akan dapat rezeki dari orang tau begitu pulang ke rumah karena
mendapat gaji bulanan dari orang tua. Kalau gue enggak. Bukan orang tua pelit
tapi memang gue yang enggak mau demi prinsip dalam diri sendiri untuk hidup
mandiri dan tidak akan merepotkan orang tua dalam taraf besar. Maksudnya
merepotkan boleh, tapi sedikit aja.
Rindu
ke orang tua sudah begitu membahara. Akhirnya meskipun waktu menunjukkan sore
gue putuskan untuk tetap pulang ke rumah. Berat sih, karena sudah gue tebak
mana ada bus ke kota gue jam segini. Kalau tidak dapat akan sangat berbahaya
jika malam hari seperti itu kita masih di luar rumah di kota orang. Tetapi
pikirku tak akan terjadi demikian, karena di samping gue masih ada teman gue
yang mau ikut pulang gue ke rumah.
Akhirnya
keputusan sudah bulat, walau pun hari sudah malam gue putuskan saja untuk
pulang. Sangat lama buat menunggu bus
datang. Selang beberapa jam, akhirnya ada angkot kecil yang setujuan dengan
kampung halaman. Ya meskipun harus disambung dengan beberapa angkot lagi atau
satu bus besar. Awalnya gue tak ingin naik angkot itu. Karena pikir gue tempat
berhenti terakhir angkot ini masih jauh dari kampung halaman gue. Lagi pula sudah
malam juga, mana ada bus besar menuju kampung halaman setelah angkot ini. Namun
supirnya justru memaksa dan berjanji akan mencarikan angkot atau bus menuju
kampung halaman gue setelah turun dari angkot ini.
Tidak
ada pembicaraan dalam angkot itu. Hanya gue, teman gue, dan supir angkot itu.
Hari sudah malam dan masih belum ada setengah perjalanan dari terminal
berhentinya angkot ini. Tiba-tiba angkot berhenti dan tanpa sopan supir ini
justru menyuruh gue dan teman gue turun dari angkot. Rupanya supir itu
mengingkari janjinya. Sempet marah juga sih. Supir ini kurang tanggung jawab
dan menggunaakan alih-alih anak dan istrinya sudah menunggu di rumah. Ya
samalah pak. Dipikir orang tua di rumah nggak cemas apa. Main turunin orang
aja, dipikir jam segini nyari bus masih ada. Males dan sangat sayang jika harus
membayar ongkos buat angkot sialan ini. Tetapi ya gimana ya. Orangnya maksa.
Iya gini nih. Kalau semua orang di Indonesia hanya mau haknya saja, tetapi
enggan melaksanakan tanggung jawabnya maka hancurlah negara ini. Pengin marah,
dongkol, dan mukulin sampai babak belur nih orang tua.
Akhirnya
kami berdua turun di suatu tempat yang kata orang-orang tempat ini adalah
tempat bersemayam makhluk astral begal motor. Dengan rasa takut, penuh was-was,
dan curiga kami tetap berdiam di situ. Bingung juga apa yang harus dilakukan.
Jika harus kembali ke kos, jarak perjalanan sudah jauh dan berkilo-kilo dan
mana ada teman yang mau menjemput dengan perjalanan hingga dua puluh kilo
meter. Kalau mau melanjkan perjalanana, sudah tidak ada bus kecil lagi yang
beroperasi hampir tengah malam seperti ini. Tempatnya sangat sepi, tidak ada
kendaraan lewat lagi.
Tak
selang lama ada ambulance yang lewat. Dari sekian kendaraan yang kami minta
tumpangi hanya kendaraan ini yang mau berhenti. Dengan proses tawar-menawar,
mobil mengerikan ini mau gue dan teman gue tumpangi. Sebenarnya arah dan tujuan antara mobil kematian ini dengan kami
berbeda. Sempat ada rasa was-was sih apakah ini seperti di film-film yang
terlalu biasa itu. Dimana kita minta dianterin ke suatu tempat, eh malah dianterin
ke kuburan. Tapi nggak mungkin. Mana ada setan minta duit. Dua ratus ribu lagi.
Ini megharuskan gue minta kiriman duit dari orang tua saat itu juga. Akhirnya
gue ngrepotin orang tua lagi. Ini semua nggak akan terjadi jika nggak gara-gara
ulah supir kurang patuh terhadap sumpah janji setia seorang supir seperti itu.
Sampai
di terminal, tak selang lama kita mendapatkan bus menuju kota gue.
Alhamdulillah gue bisa langsung sampai di rumah dengan selamat tanpa ada satu
kekurangan apa pun. Ini yang habis gue pikir. Kenapa gue sering terlantar di
terminal atau tempat umum? Apakah ini menandakan kehidupan gue sudah terlalu
jauh dari peradaban? Entah lah hanya Tuhan yang tahu.
Selang
beberapa minggu, untuk kedua kalinya gue pulang ke rumah dengan angkot yang
sama dengan saat tragedi kesialan gue kala itu. Awalnya males banget naik
angkot ini. Tetapi pikir gue ini masih siang jadi nggak mungkin kejadian tragis itu akan terulang lagi. Sejak saat itu
gue emang kapok pulang ke rumah malem-malem. Kali ini gue puang ke rumah nggak
bawa satu teman gue, tapi sekalian gue bawa dua. Setiap kali pulang gue emang
selalu bawa teman gue ke rumah. Pernah juga gue bawa orang Papua. Nggak apa-apa
biar dikira anak gaul gitu. Nah satu temen gue, sama waktu gue bawa pulang
dulu. Kalau yang lain beda lagi. Awalnya teman gue menolak buat naik angkot
ini, tapi teman gue yang satunya nafsu banget buat naik angkot ini. Ya udah deh
akhirnya gue naik aja angkot ini.
Pengin
banget gue nonjokin nih orang tua yang ada di depan gue. Tapi kembali gue inget
pesen ibu buat berlaku baik sama semua orang. Entah itu punya banyak kesalahan
fatal ataupun kebaikan ke kita. Males juga sih jika harus berlaku demikian
seterusnya.
Nah
di sini lah waktunya pembalasan ke orang tua ini. Tetapi ternyata Tuhan maha
tahu. Tuhan telah menfasilitasi gue buat bales dendam ke orang tua ini tanpa
gue harus meminta. Awalnya gue nggak mau bales dendam tetapi ya udah deh ‘kan
udah dikasih jalan pintas dari Tuhan. Uang lima puluh ribu yang gue kasih ke
dia dan seharusnya ia kembalikan lima ribuan tetapi ternyata uang lima ribuan
dari penumpang lain dan seharusnya dikembalikan ke gue malah dia masukin ke
saku. Lalu a berikan uang lima puluh ribuan dari gue ke gue lagi. Entah nglindur
atau disengaja gue nggak tahu. Orangnya kayanya malu lihat muka gue karena terlihat
dia nggak mau nunjukin muka ke gue. Rupanya dia masih ingat masa itu.
Sepertinya waktu itu adalah kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan terhadap
penumpangnya selama menyandang jabatannya sebagai supir.
Gue
sempet bingung mau gue ambil uang itu atau gue kembalikan ke orang itu. Dia
pernah berbuat jahat ke gue. Dan ini adalah kesempatan gue buat balas dendam ke
dia. Bukan masalah nominal uangnya tetapi pembalasan perlakukan buruknya
terhadap gue dan teman gue. Tetapi kembali lagi gue inget pesen ibu di rumah.
Harus berbuat baik meskipun kepada orang yang telah berbuat jahat kepada kita.
Akhrnya
angkot yang telah ia gas dengan kencangnya karena supirnya nggak mau mandang
muka gue, gue panggil. Gue kasih uangnya ke dia. Di situ dia kebingungan
mengapa gue ngasih ke dia uang lima puluh ribuan. Rupanya orangnya tadi nggak
sengaja memberikan uang itu ke gue dan emang lagi tidak konsentrasi. Di situ
gue jelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Setelah ia paham, menangislah orang
tua itu. Supir itu rupanya memang masih ingat kejadian waktu itu. Tak henti-hentinya
ia menangis. Ia berjanji tidak akan mengulangi kejadian seperti waktu itu lagi.
Bagaimana pun uang yang ia dapatkan berasal dari penumpang. Kehidupan anak dan
istrinya berasal dari penumpang. Lalu apa salahnya jika dia harus berbuat baik
untuk penumpang? Keselamatan penumpang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Sangat
tidak mencengangkan memang ceritanya. Tetapi menurutku ini sangat berkesan karena aku telah berhasil mengambil
hikmahnya. Bahwa suatu hal buruk akan menjadi lebih indah jika kita memberi
respon dengan suatu kebaikan. Dengan perlakuanku terhadap supir kala itu
mungkin tak akan ada lagi korban penumpang terlantar seperti aku. Jika ada
lagi, berarti supir itu yang tak tahu diri. Suatu hal buruk akan menjadi buruk
jika kita tambahi dengan keburukan dan hasilnya semakin runyam. Semoga ini
menjadi kejadian yag bermanfaat juga buat kalian. Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar