MASA DEPANKU
Sudah sering kukatakan sedari dulu
terhadapnya. Bukan dia pria yang tepat untuknya. Namun biarlah, nasi sudah
menjadi bubur. Tak pernah baginya menuruti nasihatku dan kini hubungannya telah
berlanjut hingga ikatan pernikahan. Semua keluarga berat melepasnya namun ini
sudah menjadi keputusannya sedari dulu dan tak ada yang bisa kami perbuat
kecuali merelakannya pergi. Lagi pula dia sudah dewasa dan begitu mencintainya.
Dia juga bukan Siti Nurbaya yang mencari pasangan saja harus mengikuti
perjodohan.
“Kamu serius Rin, mau menikah dengan
Andre?” tanya ayahku terhadapnya.
“Serius Yah.” Jawabnya.
“Tapi Nak, ayah tak ingin anak-anakku
punya suami anak manja seperti dia.” Tegur ayah.
“Lhoh bukannya ayah kemaren sudah
setuju dan mau saja menerima lamarannya. Tetapi mengapa sekarang berubah
sikap?” tanya kakakku.
“Kemaren ayah hanya spontan.” Bela
ayah.
“Tapi dia bukan anak manja. Keluarganya
kaya raya dan itu yang menyebabkan dia terkesan manja. Tapi dia baik dan mau
menerimaku apa adanya.” Bela Kak Rindu kembali.
“Dia berbeda Nak. Dia beda
kepercayaan dengan kita Nak.” Tegur ayah kembali meskipun tak dihiraukan
kakakku.
Sering dia siksa kakak perempuanku
yang paling besar ini. Meskipun bukan siksa fisik tetapi nyatanya apa yang
dinilai oleh ayahku memang benar. Suami dari kakakku masih terlalu manja dan
persis seperti layaknya anak-anak. Bahkan sering suami dari kakakku tak pulang
ke rumah pemberian orang tuanya itu. Dia justru memilih pulang ke rumah orang
tuanya dulu. Dia juga tak punya pekerjaan bahkan untuk menghidupi kakakku saja
dia masih meminta ke orang tua. Kasian kakakku ini harus mendapatkan pria
seperti dia. Kakakku hanya tertarik dengan sikapnya yang merupakan anak orang
kaya. Penilaian dia sewaktu dia masih belia ia bawa hingga dewasa. Menurut
kakakku dulu, warisan dari mertuanya sudah bisa menghidupinya meskipun suaminya
tidak bekerja. Bahkan wajah imut dari suami kakakku sudah cukup menurutnya
menjadi bekal tambah. Dia tidak tahu bahwa sifat manja dan suka hura-hura dari
suaminya justru menyiksanya secara perlahan.
Kakakku lebih tua lima tahun dariku
disusul Kak Bayu dan Kak Randi. Dan karena aku adik perempuan satu-satunya, aku
sudah dianggap seperti teman curhatnnya. Hampir hari-hari kakakku dipenuhi
dengan cerita pahitnya tentang suami barunya itu namun tak pernah kusampaikan
cerita ini kepada kedua orang tuaku. Aku hanya takut mereka semakin khawatir
terhadap kakakku dan bisa-bisa memperburuk hubungannya yang sakral. Terlebih aku
juga takut mungkin ini seperti gejolak emosi dari pernikahan barunya. Mungkin
lambat laun sikapnya Mas Andre akan berubah begitu juga dengan sikap Kak Rindu.
Aku hanya berharap agar jangan
sampai nasibku sama dengan kakakku. Meskipun wajah kami terbilang mirip namun
tak ingin ceritaku sama sepertinya. Ketika salah memilih pasangan hidup. Aku
hanya ingin menikah sekali seumur hidup dan menurutku lebih selektif dalam
memilih pasangan itu hukumnya wajib. Bukan seperti Mas Andre yang tak bekerja
dan bukan pemimpin yang baik untuk kakakku. Kakakku sering sendiri di rumah
barunya karena Mas Andre lebih senang tinggal di rumah orang tuanya.
“Dek! Kakak malu.” Rengeknya
terhadapku.
“Mengapa memangnya Kak?” jawabku
penasaran.
“Kakak malu jika harus bolak-balik
ke rumah ibunya Andre minta uang. Andre selalu bilang kalau butuh uang suruh
minta uang ke ibunya. Kakak malu tapi jika kakak minta ayah dan ibu, pasti
kakak lebih malu lagi.” Jelasnya.
Harapan akan masa depanku sangat
berbeda dengan Mas Andre tentunya. Karena orang yang aku impikan terbilang
sempurna untuk ukuranku. Jauh dari suami kakakku. Meskipun aku masih terlalu
muda untuk berpikiran semacam ini, namun menurutku itu sudah penting mengingat
pengalaman buruk dari kakakku.
Sosok dengan sifat yang sama dengan impian masa depanku ada di
sampingku saat ini. Dia menemani hari-hariku dan menjadi saksi bagaimana
perjuangan kerasku meraih mimpi suksesku. Dia baik dan penyayang serta tak
pelit seperti suami dari kakakku. Semua kemauanku pasti beliau penuhi. Dia
memanjakan aku dengan sikap lemah lembutnya yang penuh tanggung jawab. Dia
penyabar dan tenang menanggapi sifat kanak-kanakku.
Dia mampu menjadi imam bagi keluarga. Membimbing keluarganya
menuju jalan yang benar. Satu hal yang paling aku suka darinya, yaitu ketika ia
tuntun aku menuju suatu hal yang benar serta memberi semangat saat kulelah
meraih mimpi. Apa yang keluar dari mulutnya membawa hawa positif yang membuatku
ingin bangkit.
Wajahnya juga tampan dan pasti tak
ada yang menandinginya. Begitu tampannya hingga tak ada orang yang lebih tampan
dari wajahnya. Dia bermuka tenang dan begitu bijaksana. Sederhana namun
berwibawa. Baginya senyum sudah cukup meningkatkan kualitas wajahnya. Apalagi
profesinya yang sebagai dokter seakan seperti pangeran yang akan menolong jiwa
manusia. Wajah ia miliki semakin rupawan dengan otaknya yang pintar. Hati yang
putih, tulus, wajah yang rupawan, dengan kepintaran yang ia miliki seakan
membuat hati ini semakin mengaguminya.
Dia yang seperti ini yang tak
henti-hentinya memberi nafkah untuk keluarga. Baginya keluarga adalah
segalanya. Mendidik istrinya dan anak-anaknya seakan menjadi tugas terbesar
dalam hidupnya. Dia pasti tak ingin menjadi ayah yang gagal dan ingin sekali
sebagai contoh ayah yang baik untuk anaknya.
Aku ingin sosoknya yang bisa bermain
alat musik. Tetapi tidak hanya itu, dia juga pintar dalam segaa hal. Segala
pekerjaan yang ada di dunia ini pasti bisa ia lakukan. Apalagi dalam hal membuat
senang keluarganya, dia ini jagonya. Membuat bangga keluarganya akan dirinya
merupakan impiannya. Tak ingin baginya kecewakan keluarganya.
Tunggu dulu sosok tadi hanya impianku saja. Aku sangat
menghormatinya. Sosok tadi adalah ayahku. Rasa hormatku terhadapnya tak mungkin
laki-laki persis seperti itu aku miliki. Mungkin hanya mirip karena sosok
seperti beliau hanya ayahku yang punya. Dan kalian jangan salah paham karena
aku hanya mengidolakan sosok dari ayahku. Ingin bagiku memiliki masa depan
dengan karakter yang sama dengan ayahku.
“Udahan dulu ya ngerjain tugasnya.”
Tegurnya memintaku.
“Bentar dulu nanggung.” Pintaku
menolak.
“Sholat dulu. Nanggung juga lho.
Kalau kita menunda-nunda nanti sholat kita juga nggak diawal waktu.”
Nasihatnya.
Dia yang aku sebut seperti ayahku.
Semoga saja dia akan mengisi hidupku persis seperti mimpiku di suatu kelakku.
Sangat ingin bagiku agar pria ini yang nantinya menjadi masa depanku. Ya
meskipun tidak 100% sama dengan ayahku tetapi banyak yang bilang bahwa kekasihku
ini seperti reingkarnasi dari ayahku. Apalagi dia yang juga teman baikku di kampus
juga seorang calon dokter. Keluargaku sangat senang aku memiliki temannya
sepertinya.
Aku hanya memohon kepada Tuhan untuk
selalu berikan yang terbaik untuk masa depanku nanti. Ya yang seperti ini.
Seseorang yang pantas menjadi ganti dari ayahku. Yang selalu sabar dan tenang
dalam mendidik keluarganya menuju jalan yang benar. Dan biarkan untuk kakakku
karena harus berjodoh dengan seorang lelaki yang sudah menjadi pilihan di
hidupnya.
TAMAT
Tag = #Cerpenkeluarga #CerpenRemaja #CerpenPercintaan
#CerpenKasihSayang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar