TIPUAN SEMPURNA
Aku tak tega memandang wanita tua
itu. Jika usia tuaku akan seperti itu pasti itu sangat sulit. Dia terus mencari
dan bertanya-tanya siapa dirinya. Siapa jati dirinya? Dan dimana keluarga dia
sebenarnya. Dia harus hidup sendiri dengan ketidaktahuan akan kebenaran jati
dirinya. Bahkan dia baru kemaren tahu bahwa ada peristiwa yang sangat suram
sebenarnya yang menimpanya. Ketika suaminya akan segera menghembuskan nafas
terakhirnya dia ceritakan bagaimana peristiwa yang menimpa istrinya. Namun
ceritanya tak lengkap karena sudah keduluan malaikat penyabut nyawa.
Suaminya meminta maaf kepada
istrinya atas sebuah kebohongan yang ia berikan untuknya. Istrinya masih tak
percaya karena memang begitu sempurna tipuan yang diberikan kepada oleh suaminya.
Tentang sebuah peristiwa yang sudah bertahun-tahun ia tutup rapat-rapat karena
takut akan kehilangan istrinya.
Awalnya ketika usia nenek itu masih
muda, sebut saja Fatia, ia sangat hidup bahagia dengan pemuda bernama Fadil,
kekasihnya. Tak ada halangan yang menerpa cinta mereka. Kedua keluarga, entah
itu dari pihak Fatia dan Fadil restui cinta mereka dan menginginkan agar segera
diresmikan saja hubungan mereka. Cinta mereka sebenarnya seperti cinta segi
tiga. Sebuah cinta yang melibatkan tiga pemeran. Karena ada Angga sahabat dekat
mereka yang sebenarnya juga jatuh hati terhadapnya.
Pupus harapan Angga untuk berjuang
mendapatkan hati Fatia. Tak sampai hatinya merusak persahabatan mereka, apalagi
melihat kebaikan Fadil terhadapnya. Fadil sangat baik terhadapnya bahkan sudah
menganggapnya seperti saudara sendiri. Lagi pula sudah banyak Fadil mengalah
terhadapnya, jadi tak mungkin jika masih saja seorang Fatia ia rebut untuk
menjadi kekasihnya. Ia hanya sebagai kakak Fatia dan tak ada perasaan apa pun yang
tersembunyi di hati Fatia untuknya. Jadi tak ada yang lain yang harus dperibuat
kecuali pasrah dan merelakan kedua sahabatnya hidup bahagia.
Pernikahan antara Fadil dan Fatia
pun terhelat. Remuk hati Angga namun biarlah. Ia cukup berjuang melihat mereka
bersanding menjadi pasangan baru saat itu. Ia mencoba untuk tersenyum dan tegar
seakan tak terjadi apa-apa. Bumi seakan hancur dan langit terasa ambruk yang
seketika mengkubur jiwanya. Tapi itu mungkin cobaan untuknya. Dalam pikirnya muncul
bahwa masih ada gadis lain di dunia ini yang bisa saja untuk dijadikan
pasangannya. Kini Angga sudah menjadi om. Itulah julukannya dari seorang anak
perempuan, putri Fadil dan Fatia. Meskipun demikian, ia masih saja memendam
perasaan itu dan sulit baginya mencari pengganti seorang Fatia.
“Ngga! Kapan kau menyusulku?” tanya
Fadil kepada sahabatnya.
“Iya nanti gampang. Biar kunikmati
usia mudaku.” Jawabnya bercanda.
“Apa sampai nanti kau dipanggil
kakek oleh anak dari anakku.” Tanyanya lagi.
“Ah bisa saja kau ini. Aku hanya
bersedih melihat kalian sudah menikah.” Jelasnya mencengangkan.
“Apa maksudmu?” tanya Fadil heran.
“Tidak aku hanya bercanda. Aku
bersedih karena kita bertiga sudah tidak lagi seperti dulu. Ketika kita bertiga
bermain bersama menghabiskan waktu bersama. Tapi kali ini tak mungkin karena kalian
sudah sibuk mengurusi Fatia kecil ini.” Jawabnya membuat tertawa Fadil.
Perjalanan jauh antara Fadil, Fatia,
dan Angga untuk merayakan atas sebutan mereka yang baru. Semenjak perkataan
Angga tempo dulu, Fadil langsung terpikir untuk arungi pedalaman di Pulau
Sumatra. Merasakan kebersamaan mereka sewaktu muda dulu. Dan tak muncul raut
muka cemburu lagi dari Angga karena masih ia rasakan kebersamaan mereka dulu.
Kembali mereka berekspedisi untuk nikmati pemandangan alam yang masih asri dan
satwa liar yang belum terjamah tangan manusia. Seakan mereka lupa usia tua
mereka dan masih seperti yang dulu saja, seperti mereka saat muda.
Tertawa, bercanda, dan suka ria
mereka gambarkan. Tak ada lagi keinginan untuk kembali di Kota Jakarta dengan
hiruk-pikunya manusia. Tapi maaf, keceriaan mereka harus sampai di situ. Ketika
mobil yang dikendarai Fadil harus terguling dan masuk ke dalam jurang karena kecerobohannya
saat ia lewati jalan yang begitu meliuk-liuknya. Mereka berdarah dan tak ada
satu pun orang di situ. Mereka terkapar tak sadar dan darah pun berceceran di
sekitar mobil mereka terpental. Keceriaan dan niat untuk mengahabiskan penat
telah hiang seketika. Mobil itu terbakar dan jika dinalar akan sulit bagi
mereka bertahan.
“Siapa aku sebenarnya?” Tanya Fatia
kepada Angga.
“Namamu Fatia.” Jawab Angga.
Semenjak kecelakaan itu terjadi,
Angga dan Fatia masih selamat dan tidak tahu bagaimana keadaan Fadil
selanjutnya. Angga yang langsung terbangun dan masih sanggup berdiri, dibawanya
Fatia pergi dari tempat mobil itu terjatuh. Dengan susah payah ia membawa Fatia
karena untuk membawa tubuhnya sendiri ia saja masih susah. Sebenarnya Angga
bermaksud membawa Fadil dan Fatia namun kala itu tubuh Fadil terpental dan
sampai sekarang ia tak tahu dimana Fadil berada. Ia juga tak tahu apakah Fadil
sampai saat ini masih hidup atau tidak. Perasaan Angga melihat Fatia masih
bernafas saja, senangnya bukan kepalang. Ia bawa saja Fatia untuk mencari
pertolongan. Tangisnya di perjalanan terus mengurai dan dia tidak tahu lagi apa
yang harus dibuat untuk menyelamatkannya dan sahabat yang ia cintai. Tapi
syukurlah petolongan telah datang dan sampai selanjutnya mereka masih brnafas
saat itu.
“Lalu siapa Kamu?” lanjut Fatia.
Angga masih terpaku karena masih
bingung harus menjawab apa ke Fatia. Di satu sisi Fatia masih mempunyai
keluarga di Jakarta sana. Apalagi anaknya masih balita pasti sangat butuh
keberadaannya. Namun di sisi lain ia masih begitu cinta dengan wanita ini dan
ingin baginya untuk segera mengajaknya menikah dan menikmati hidup bersama di Pulau
Sumatra.
“Em lagi pula anaknya masih punya
nenek. Pasti sudah tak begitu butuh dia.” Serunya di dalam hati. “Em kamu kekasihku.”
Balasnya terhadap Fatia. Fatia pun merasa percaya karena tak ada firasat jelek
mengenai Angga kala itu. “Dan maukah kau menikah denganku?” lanjutny.
Fatia tak menolak lagi pula sudah
tidak ada lagi orang lain yang ia kenal kecuali dia. Hidup mereka tak
dikaruniai seorang anak hingga usia tuanya. Angga, suaminya harus pergi dulu
meninggalkannya untuk selama-selamanya. Kini dia sudah hidup sendiri dan tak
tahu siapa itu Fadil, siapa dirinya, dan siapa itu keluarganya. Bahkan suaminya
yang kala itu menceritakan kejadian sebenarnya tak secara lengkap ia jelaskan
kepadanya.
Selama ini dia telah terperangkap
dalam tipuan sempurna. Ketika Angga harus menyembunyikan perasaannya melihat
Fatia dan Fadil menikah. Juga tipuannya yang menjelaskan bahwa dia adalah
kekasihnya hingga mereka menikah. Tipuan itu begitu sempurna karena masih
tersimpan hingga ia menutup usia. Sudah dua puluh lima tahun tipuan ini
berlangsung. Namun tak juga tersebar dengan ditutupi oleh segala tipuan-tipuan
yang lain. Apa Angga lupa akan suatu kenyataan tentang sucinya persahabatan
atau suatu kenyataan bahwa suatu tipuan akan tertutup rapat karena tipuan yang
lain. Dosa terus yang ia perbuat.
“Nak! Aku sudah tak mungkin lagi
bertahan lama di dunia ini.” Tegasnya tersengal-sengal.
“Nek! Jangan bicara seperti itu!”
perintahku terhadapnya.
“Sudahlah. Kau kelola saja panti
asuhan kita. Kau rawat adik-adikmu.” Pintanya terhadapku.
Dia menghembus nafas terakhirnya
dengan sebuah rasa penasaran. Mungkin arwahnya masih akan penasaran tentang
dimana Fadil dan dimana keluarganya. Bahkan dirinya saja tak tahu. Yang ia tahu
hanyalah statusnya yang kini menjadi istrinya Angga.
Aku memang sudah dirawat dia sedari
kecil. Dia dan Angga tak bisa dikaruniai anak sehingga membuat mereka membangun
sebuah panti asuhan. Dan aku termasuk orang yang tinggal di sana. Sungguh di
balik kebaikan Kakek Angga ada suatu kebohongan besar yang tersembunyi. Dan
begitu sempurna hingga membuat Nenek Fatia tak tahu dan tertipu dalam waktu
yang lama.
TAMAT
Tag = #CerpenCinta #CerpenKeluarga #CerpenKesetiaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar