YANG TERLUPAKAN
Bapak-bapak itu masih saja
melanjutkan ceritanya terhadapku. Kasian beliau dan tak tega aku mendengar
ceritanya yang harus terperangkap dalam penyesalan yang mendalam. Kecil dan
terkadang terabaikan manusia namun itulah mereka yang lalai betapa pentingnya
hal yang kecil itu. Dan itulah pelajaran yang bisa kupetik dari cerita
bapak-bapak itu.
Penyesalan yang susah untuk diperbaiki
secara sempurna. Andai orang itu bisa ulangi waktu yang telah terlewat mungkin
itu akan membuatnya lebih baik. Usia kecilnya sangat tak menyenangkan karena
harus kehilangan kasih sayang seorang ayah. Ibunya memilih pergi dari rumah dan
meninggalkan ayah kandungnya. Ibunya tak ingin hidup melarat dan mendapat
perlakuan tak baik dari suaminya terus-menerus. Ia menikah dengan duda anak
lima. Berat sebenarnya jika ia harus berbagi kasih sayang seorang ibu dengan
kelima saudaranya yang sebenarnya benar-benar tak ia inginkan.
Hatiku benar-benar bersyukur karena
jalan hidupku tak seburuk orang ini. Ketika ia disiksa ayah tirinya sedangkan
ibunya tak tahu-menahu betapa miris penderitaan yang anaknya alami. Yang ibunya
ketahui hanyalah semua kemauan anaknya sudah terpenuhi ayah tirinya. Ibunya
baru tahu setelah biru-biru di sekujur tubuh anaknya kian menjadi sehingga
mengharuskannya pergi dan memilih berceria dengan suaminya. Ia sudah tak
mungkin lagi kembali mencari ayah kandungnya dan tak mungkin pula bagi ibunya
merengek-rengek kembali ke suaminya dulu. Ia sudah benar-benar kehilangan
seorang ayah dan tak tahu lagi harus meminta perlindungan seorang ayah ke
siapa. Lagi pula rasa trauma juga sudah muncul dari ibunya.
Ia besar seperti tak terarah. Ibunya
sudah jarang ia temui. Bagaimana tidak, ia sekolah dari pagi dan kembali ke
rumah sore hari. Sedangkan ibunya sibuk bekerja dan pulang malam hari. Ia rindu
akan sosok ibunya yang dulu. Ibunya seakan tak peduli dengannya. Yang ia temui
di bangun tidurnya bukannya sosok ibunya, melainkan masakannya yang sudah
tersaji di atas mejanya. Ibunya harus banting tulang dengan penghasilan yang
rendah. Uang yang didapat sama sekali tak sebanding dengan tenaga yang ia
keluarkan. Hidupnya semakin melarat dan tak layak dalam kehidupan manusia di
hiruk-pikuk Kota Jakarta. Ini seperti balasan atas apa yang dibuat ibunya.
Meskipun ayahnya selama ini memang melarat serta bertabiat kasar dan tak baik
perlakuannya terhadapnya namun ia masih saja ayah dari anaknya. Sedangkan jika
dia kembali dan menemui ayahnya mungkin sudah tak bisa karena ayahnya sudah
bahagia dengan istrinya yang lebih muda dari ibunya..
Sesekali ibunya sengaja menghabiskan
waktu untuk seharian dengan anaknya. Tapi apa? Bukan untuk melepas rasa kangen
tapi itu ia lakukan hanya untuk menghajar anaknya setelah dirinya mendapat
laporan tak baik tentang ulah anaknya dari gurunya. Ia memang benar-benar
sayang dan sangat mencintai anaknya. Namun tak seharusnya ia menghajar anaknya.
Seharusnya ia merasa bersalah karena tak begitu saja berdiam seharian di rumah
untuk mendidik dan memeriksa gerak-gerik anaknya.
Ibunya benar-benar keras dan
ketakutan anaknya terhadap ibunya membuatnya semakin terikat dan tersekap dalam
aturan ibunya. Ia terus belajar karena tak ingin ibunya kecewa dan marah
seperti yang dulu. Ia tumbuh dewasa dengan sifat mandirinya dan tak bisa
bermain seperti anak-anak lain. Bahkan sudah sering ia menuntut ibunya karena
tak terima atas pemberian ibunya. Satu mainan yang ia miliki dari SD sampai
tumbuh dewasa hanya sebutir kelereng yang harganya lebih murah dibanding kelereng
anak-anak lain.
Ia sering merasa berbeda dengan anak
lain. ibunya yang begitu kerasnya, membuatnya berhati-berhati dalam menjalani
kehidupan. Seiring tumbuhnya ia menjadi dewasa, hidupnya harus sendiri. Ibunya
yang pergi ke Malaysia semenjak ia SMA membuatnya lupa akan sosok ibunya. Hidup
menjadi seorang remaja yang semua kebutuhan ia penuhi sendiri. Ibunya tak
sepenuhnya memperhatikan anaknya tumbuh berkembang.
Ia sering menjadi bingung saat pihak
dimana ia menuntut ilmu menginginkan bertemu ibunya. Rasa marahnya terhadap
ibunya begitu dalam. Ia tak tahu jika selama ini usaha yang dilakukan ibunya
hanyalah semata-mata untuk penuhi kebutuhan hidupnya. Namun amarahnya yang
besar terhadap ibunya, membuat pikirannya tidak sampai di situ. Benaknya hanya
butuh kasih sayang dari seorang ibu, bukanlah materi atau kiriman uang dari
ibunya di negeri jiran sana. Padahal ibuya bekerja untuk bekalnya menuju masa
depan. Menyekolahkan dia hingga menjadi seorang sarjana. Dan bekerja menjadi
direktur utama.
Ibunya menemuinya di saat acara pernikahannya dan itu akan
menjadi pertemuan terakhir karena tak ingin ibunya tinggal di rumah anaknya.
Ibunya tak enak hati menemui wajah anaknya setelah beberapa tahun ia tinggalkan.
Kini ia sudah tua renta dan terlihat pucat dengan badan yang tinggal kulit dan
tulang. Ia tersenyum bahagia melihat anaknya sudah mapan dan mempunyai
keluarga. Usahanya yang gigih mencari uang untuk pendidikan anaknya tidak
berjalan sia-sia. Doa yang dibacakan untuk anaknya telah didengar oleh Tuhan.
Dan kini tinggal gilirannya menyaksikan anaknya hidup bahagia.
Namun rupanya masih ada rasa amarah di benaknya. Mereka terlihat
canggung. Bahkan anaknya memperlakukan ibunya seperti tamu yang lain. Tak ada
yang istimewa untuknya. Itu seperti akibat setelah apa yang diberikan untuk
anaknya selama itu. Ibunya pun menganggap maklum, melihat anaknya tersenyum
bahagia saja sudah membuat senang di hatinya. Ia ditelantarkan sendiri di desa.
Tak ada keinginan anaknya mengajak tinggal bersama bahkan menjenguknya pun tak
segan. Ia hanya kirimkan sejumlah uang untuk membeli beras dan biaya
pengobatan. Bahkan karena tidak mau terbukanya ibunya akan penyakitnya, membuat
anaknya tak merasa kuatir. Bagi ibunya hanya dengan uang penyakitnya akan
sembuh dengan sendirinya.
Ibunya tak ingin membuat anaknya merasa resah dan kerepotan.
Lagi pula biarkan anaknya hidup sendiri dengan istri dan anak-anaknya. Makanya
ia rela tinggal sendiri dan disibukkan dengan aktivitas merawat tubuhnya dan
penyakit yang dideritanya. Baginya kiriman uang dari anaknya sudah cukup dan
bahkan lebih besar jumlahnya dari pada kiriman uang yang ia berikan di saat
anaknya kecil. Ia merasa tak mampu memberi lebih untuk anaknya. Mungkin sebutir
kelereng itu sudah lebih dan sudah sangat mewah untuk mainan anaknya.
Kini hanya tinggal penyesalan. Penyesalan yang akan dibawa mati.
Kasih sayang untuk ibunya hanyalah sebuah kiriman uang. Dulu ia berpikir
memberi uang saja akan cukup bagi ibunya. Kini ibunya telah di dalam tanah
sana. Akhiran dari penderitaan penyakitnya. Tak pernah kasih sayang atau wujud
perhatian untuk ibunya ia berikan. Bahkan di saat ibunya menghela pernapasan
terakhir saja ia tak ada di sana.
Baginya di saat usia kecilnya hanya uang yang ia dapatkan dari
ibunya dan makanya ia bertindak seperti itu. Tapi dia lupa bahwa ibunya
bertindak seperti itu dan pergi ke luar negeri karena demi masa depannya. Kasih
sayang yang begitu dalamnya membuatnya rela tak bertemu buah hatinya. Mungkin
hanya sebutir kelereng, namun di dalamnya ada sebuah kasih sayang yang ia
berikan. Tapi apa? Tak ada kasih sayang yang ia berikan untuk ibunya di saat
usia senjanya. Ia meremehkan suatu yang kecil. Kini penyesalan yang ia simpan .
Ibunya menjadi suatu yang terlupakan dan aku berharap ibunya bahagia di alam
sana.
TAMAT
Tag = #CerpenKeluarga #CerpenNasihat #CerpenSedih
#CerpenPenyesalan #CerpenKehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar