Rumitnya Sebuah Rahasia
Dunia yang semakin sesak dengan
berjuta manusia dan benda-benda. Mereka yang penuh dengan sejuta misteri dan aku
tak boleh mengetahuinya. Dunia memanggilku Rian, anak kelas XII di sebuah SMA
di Jakarta tahun 2014. Alasan ibuku memberikan nama kepadaku dengan istilah
Rian, aku pun tak mengetahuinya dan aku pun tak berusaha mengetahuinya. Orang
bilang aku cuek, tak ingin mencampuri urusan orang lain, dan aku misterius. Sikap
cuek terhadap masalah orang lain terkadang dinilai cool sehingga banyak
gadis-gadis di sekolah termasuk para primadona sekolah menyukaiku. Namun
meskipun cuek, aku orangnya sealu ingin membantu kepada mereka yang memang
butuh aku dan mau bercerita secara terbuka apa masalah mereka. Tetaplah, aku tetap
tak ingin mencari tahu masalah mereka secara detail kecuali jika mereka memberi
tahuku secara jelas. Namun jangan salah, sikap cuek yang bersemayam dalam
karakterku tidak membuatku seperti orang sombong. Seperti misalnya, saat di
jalan kujumpai nenek tua yang membawa belanja berat langsung kubawakan tanpa
dimintanya meskipun aku hanya diam sambil membawa barang belanjaan mereka tanpa
berusaha tahu nenek itu belanaja apa dan dimana. Aku juga selalu menyapa kepada
setiap orang yang pernah aku temui bahkan hanya sekali ketemu makanya tidak
jarang saat kusapa mereka ada beberapa yang justru bertanya dan merasa asing
kepadaku. Mereka sama sekali tak mengenaliku. Bisa disebut sok kenal dan alhasil hampir satu sekolah mengenaliku. Ya sampai
bisa dibilang aku orangnya peka tapi tidak peka. Aku hanya tak berusaha kepo terhadap setiap urusan manusia
namun aku tetap berusaha menjadi orang yang selalu ada terhadap mereka yang
butuh keberadaanku dan pertolonganku.
Sikap ini sudah diajarkan oleh ibuku
yang terus berulang. Beliau sering katakan bahwa setiap manusia pasti punya
urusan dan tugas kita hanya membedakan mana yang menjadi urusan publik dan mana
yang memang sangat privasi. Aku diajarkan bagaimana menghormati privasi orang
namun tetap menjadi manusia yang peduli dan menolong kepada sesama. Ya aku
bukan patung; aku juga bukan robot; aku bukan tembok; aku juga bukan sebuah
benda yang hanya mendengar dan tak berusaha bertanya. Tetapi di situlah
kuketahui setiap arti dari masalah orang lain yang memang wajib mereka jaga dan
jika mereka ingin berbagi toh mereka sendiri yang memberi tahuku.
Berusaha tidak mencampuri problema
orang lain namun tidak membuatku tidak berbicara. Sering kuberbagi setiap
pengalaman yang kualami kepada mereka yang di dekatku. Sehingga membuat mereka
yang peka dan tergerak hatinya ikut membantu setiap urusan yang membuatku
sulit. Terimakasih dan memang aku juga akan membantu mereke dan siap menampung
curahan hati mereka jika mereka berkeinginan.
Sebuah misteri yang terus hinggap
dalam kehidupanku membuatku tidak ingin memaksa ibuku untuk memberitahu siapa
nama ayahku sebenarnya. Beliau hanya berkata bahwa ayahku sudah meninggal
karena sebuah kecelakaan pesawat terbang dan sampai aku sebesar sekarang
tubuhnya belum ditemukan. Beliau hanya berkata itu dan tidak memberi tahu siapa
aku harus memanggil. Mungkin itu yang membuat ibuku mengajarkanku agar tidak
menjadi orang yang berkeinginan menguak rahasia orang lain dan agar aku tidak
terus bertanya siapa bapakku. Terkadang aku juga malu saat teman atau guru
bertanya siapa nama ayahku. Aku jawab dengan tersenyum dan jika ditertawakan
oleh teman sekelas, reflek saja aku menjawab Budi Laksono, Yudi Santoso, atau
Agus Sasongko. Ya semua itu nama mantan tukang kebunku di rumah atau supir
pribadi ibuku bahkan penjual nasi goreng yang berdagang di depan rumahku. Maka
tidaklah lucu jika nama ayahku sering ganti waktu SD, SMP, sampai SMA.
Tetapi semua itu tidak membuatku
menyalahkan ibuku dan justru membuatku tertawa. Menurutku itu sangatlah lucu
yang nantinya bisa kuceritakan dengan anak dan cucuku. Aku sangat menghargai
keputusan ibuku untuk tidak memberi tahu siapa nama ayahku sebenarnya. Mungkin
beliau hanya tidak ingin mengingat namanya sehingga bisa membuang rasa sedih
karena harus kehilangan selamanya. Bahkan jika sedang musim telenovela, pikiran
kotorku sering tertuju bahwa ibuku seperti wanita selingkuhan dari seorang
suami yang sudah beristri lalu bisa dibilang aku bukan anak yang diinginkan.
Tidaklah mungkin semua itu terjadi.
Ibuku sangat menyayangi dan tidak memperlakukanku layaknya anak yang tidak
diharapkan seperti dalam seinetron atau telenovela. Ibuku sangat tangguh dengan
wajah yang masih cantik dan awet muda namun tidak berusaha mencarikan ganti
ayahku. Padahal jika ibuku menikah lagi aku mengizinkan.
Panjang lebar kuceritakan apa itu
hakekat rahasia dalam hidupku kini giliranku memberi tahu apa itu rahasia
terbesar dalam hidupku. Ira, ya Ira namanya. Dialah yang menyaksikanku sering
menggonta-ganti nama bapakku dari SD hingga SMA. Gadis cantik dengan segala pesonanya
menaklukkanku sehingga aku bisa suka dengannnya. Dia pintar dan sikapnya yang
selalu mudah diajak bicara memudahkan terjalinnya diskusi di antara kita. Kita
berbagi cerita dan tidak ada yang membedakan status di antara kita mana yang
sebagai pendengar dan mana yang sebagai tukang cerita. Dia sama denganku yang
sangat membedakan mana yang memang seharusnya menjadi rahasia dan mana yang
bisa diselesaikan secara bersama. Sikap itu tidak membuatku harus bertanya
dahulu bagaimana harinya dia sehingga aku tidak dianggap seorang yang kepo.
Awal hubungan kita dimulai hubungan
sahabat. Kita satu kelas dari sejak kelas 1 SD hingga kelas XII SMA. Makanya
aku sangat tahu bagaimana karakternya. Kita mulai meresmikan hubungan kita
menjadi status pacaran saat kelas X SMA. Namun meskipun demikian aku
merahasiakan hubungan ini kepada ibuku. Aku takut ibuku marah dan ini sebagai
wujud balasan setelah ibuku merahasiakan siapa ayahku. Dari kelas 1 SD, aku
baru dua kali dibawa ke rumah Ira. Di rumahnya hanya ada neneknya dan ternyata
selama ini dia hanya tinggal dengan neneknya. Ibunya meninggal saat umurnya
masih 2 bulan, sedangkan ayahnya juga meninggal saat dia usia 10 tahun karena
kecelakaan pesawat terbang. Mungkin saja ayahku dengan ayahnya meninggal karena
menjadi korban satu pesawat yang sama. Itulah keistemewaan hubungan kita. Ya
sama-sama tak punya ayah, hanya bedanya aku lebih beruntung. Aku masih punya
ibu sedangkan dia sudah ditinggalkan kedua orang tuanya.
Sudah sepekan ini, hubungan kita
memburuk. Dia memutuskanku tanpa sebab. Aku sering bertanya kepada dia,
alasannya memutuskan status pacaran kita. Namun tidak sekali dia mengatakan
sejujurnya. Aku pun telah menyalahi aturan yang aku buat sendiri bahwa tidak
akan menguak rahasia seseorang sekalipun itu menyangkut diriku. Hingga aku
menyerah untuk tidak menanyakan alasannya memutuskanku. Mungkin ada suatu
alasan yang dianggapnya sebagai suatu rahasia sehingga membuatnya tidak bisa
mengatakan kepadaku.
Sudah kuputuskan untuk move on dan akan berhenti memikirkan.
Seperti nasihat ibuku bahwa masih SMA dilarang pacaran. Namun itu terasa berat
karena kami selalu bertemu setiap hari mengingat kita yang satu kelas. Namun
hubungan kita masih baik layaknya sebagai sahabat, hanya saja kami sudah jarang
bicara bersama. Kami tetap menyapa saat bertemu tetapi layaknya teman sekelas.
Sudah seminggu aku berhasil move on. “Yes,” aku katakan. Ternyata
apa yang dikatakan ibuku selama ini benar bahwa usia SMA sangat nyaman jika tak
punya pacar. Apa pun sangat bebas aku perbuat. Terlebih otak ini akan lebih
tertuju dengan masa depan. Sangat sesuai dengan kondisiku yang akan menjalani
ujian kelulusan. Aku juga sangat bangga karena jika kulihat-lihat sepertinya
Ira tidak bisa lupa denganku walaupun dia yang minta putus.
Tetapi belum lama dia minta putus, dia
memintaku untuk bertemu di taman belakang sekolah. Sudah bisa kutebak dia akan
meminta aku kembali dan akan kuberi jawaban bahwa aku tak bisa. Konsentrasiku
sudah tertuju ujian yang akan segera kami hadapi. Meskipun dia memintanya
dengan sangat namun tetap jawabanku tidak. Inginku buatnya sadar bahwa tidak
semudahnya seseorang memberikan keputusan yang tentunya bisa berpengaruh
terhadap perasaan orang lain.
Nyaris buat jantung hampir copot. Aliran darah berhenti
seketika saat sautu penjelasan keluar dari mulut Ira. Dugaan yang terngiang
dalam otakku ternyata salah besar. Dia tidak memintaku kembali tetapi justru
ada suatu pernyataan yang berupa rahasia besar dan alasan dia memutuskanku.
Antara masuk akal dan tidak masuk akal. Aku sempat tak percaya dan mungkin saja
ini adalah sebuah mimpi. Sebuah mimpi yang tak pernah aku sadari selama ini.
Bodohnya diriku bahwa ternyata aku dan dia adalah saudara tiri. Itu alasannya
mengapa penyebab kematian ayahku dan ayahnya sama. Ira sudah tahu bahwa
sebenarnya kami adalah saudara sudah sejak lama. Sejak aku dikenalkan dengan neneknya.
Neneknya tahu bahwa kami punya ikatan saudara setelah mendengar cerita
tentangku dan keluargaku kepadanya. Aku memang bercerita secara detail dan itu
yang membuatnya tahu bahwa kami bersaudara. Neneknya sempat sakit setelah
kedatanganku di rumahnya. Itu karena tubuhnya yang renta ditambah pikirannya
yang tertuju pengalaman pahit tentang anaknya di masa lau.
Sempat kuberpikir bahwa kecerobohanku
ini disebabkan oleh ibu yang tidak pernah bercerita keadaan yang sebenarnya.
Aku ingin menyalahkan ibuku namun tak berdaya kumenyalahkannya. Ibuku pernah
menikah dengan seorang yang ternyata sudah beristri. Ya istri dari suami ibuku
adalah ibunya Ira. Ibuku menikah saat Ira berumur satu bulan. Itu sama saja
ayahku menikah lagi di saat umur anak pertamanya berumur satu bulan. Itulah
penyebab selisih umurku dengan Ira ada 11 bulan. Tak percaya begitu bodohnya
ibuku di usia mudanya. Begitu kalutnya, ibunya Ira harus kehilangan nyawa
begitu mendengar kabar bahwa suaminya menikah lagi karena penyakit jantungnya
yang ia derita sejak kecil. Ibu kandung Ira memang sudah dikenal wanita yang
sakit-sakitan karena derita penyakit jantung yang ia alami. Begitu pula dengan
ibuku, mendengar bahwa selama ini dia telah dibohongi oleh seorang laki-laki
dia pun berpisah dengan suaminya. Sejak saat itulah neneknya Ira sangat
membenci ayah Ira karena sudah dianggap telah menjadi penyebab meninggal anak
satu-satunya. Neneknya juga sangat benci dengan ibuku karena dianggap telah
mengganggu kebahagiaan anaknya.
Jika harus disalahkan tidak sepenuhnya
salah ibuku. Ibuku hanya sebagai korban penipuan. Yang perlu disalahkan adalah
kamus hidupnya yang harus menutupi suatu kenyataan termasuk kepada anaknya. Aku
mulai membuang ketetapanku yang selalu berusaha acuh kepada setiap rahasia
seseorang. Aku akan bertanya kepada privasi orang yang jika dianggap perlu aku
ketahui. Ternyata terlalu menghormati privasi orang lain bisa mengganggu
keperluan seseorang. Seperti kondisi yang aku alami saat ini. Rahasia bisa
menyebabkan kecurigaan berkepanjangan. Tidak ada kejujuran sering menghilangkan
adanya kebersamaan. Harus kubuang jauh-jauh karakterku yang acuh terhadap
rahasia orang yang terkadang menggangu kehidupannya dan aku anggap karakter itu
bisa menjadikanku tidak perhatian. Ini semua hanya sebagai pelajaran dan
terimakasih Ira, kakak tiriku yang membuatku tahu bahwa sebuah rahasia itu
rumit dan sangat rumit.
Tag : #CerpenRemaja #CerpenKeluarga #ContohCerpenRemaja
#ContohCerpenKeluarga #CerpenBahasaIndonesia #KumpulanCerpen
#KumpulanCerpenRemaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar