Pendidikan adalah upaya sadar dari suatu
masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan
kehidupan generasi penerus. Namun yang kita ketahui bahwa kesadaran masyarakat
akan pendidikan di berbagai daerah berbeda-beda tergantung corak budaya dari
masyarakat tersebut. Berikut saya akan menggambarkan bagaimana kesadaran
masyarakat tentang pendidikan di Desa Ketiwijayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten
Purworejo.
Kesadaran akan pendidikan di desa saya
tergolong sedang atau masih dalam keadaan wajar. Dimana kesadaran masing-masing
keluarga akan pendidikan anak-anaknya masih dipengaruhi oleh mata pencaharian
mereka sehari-hari. Sebagian besar warga Ketiwijayan mempunyai mata pencaharian
petani. Jadi tidak heran jika seorang petani yang sebagian besar adalah lulusan
SD hanya mampu mensekolahkan anaknya hingga jenjang SMK. Hal ini menandakan
adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pendidikan. Meskipun lulusan SD,
petani di Desa Ketiwijayan masih mempunyai harapan terhadap anaknya bahwa
anaknya bisa mempunyai pendidikan dan kehidupan yang lebih baik daripada
orangtuanya. Sudah tidak heran bahwa anak laki-laki dari petani di Ketiwijayan
menjadi siswa SMK dengan mengambil jurusan otomotif atau kita kenal STM, lain
dengan anak perempuan dari petani di Ketiwijayan yang menjadi siswi SMK jurusan
Akuntansi atau kita kenal SMEA. Sedangkan pada anak dengan kemampuan otak
pandai, mereka akan bersekolah di SMK favorit milik negeri seperti SMK N 1
Purworejo atau SMK N 2 Purworejo, lain halnya dengan anak berkemampuan otak
sedang, mereka bersekolah di SMK swasta yang seperti biasanya yaitu Institut
Indonesia, SMK Pancasila, SMK Sawunggalih, atau SMK Widya. 20% mereka
melanjutkan kuliah sedangkan 80% pendidikan mereka di sekolah hanya sampai di
situ. Mereka kemudian bekerja, merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai buruh
pabrik. Mereka tidak melanjutkan ke PT dikarenakan faktor ekonomi dan keinginan
dari mereka yang ingin segera membahagiakan orang tua seperti merenovasi rumah,
membelikan sepeda motor dan emas, atau melunasi hutang-hutang orang tua. Ada
juga yang berpendapat bahwa pendidikan hanya mengantarkan anak untuk bekerja
jadi buat apa lama-lama menuntut ilmu jika pada akhirnya bekerja juga.
Orang-orang yang seperti ini menyekolahkan anaknya sampai SMK dikarenakan
faktor gengsi.
Lain halnya dengan masyarakat di Ketiwijayan yang bermata pencaharian PNS.
Kesadaran mereka akan pendidikan sangat tinggi. Hampir 100% anak-anak dari
mereka sekolah di SMA favorit dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Jadi tidak
heran jika mayoritas anak-anak di Desa Ketiwijayan yang kuliah masuk di
Perguruan Tinggi favorit seperti UI, UGM, ITB, UNDIP, UNS, UNY, atau UNNES. Ada
juga yang melanjutkan di Sekolah Tinggi seperti STAN dan STIS. Bahkan di
angkatan saya tidak ada yang kuliah di PTS karena tidak diterima di PTN.
Kesadaran masyarakat akan pendidikan dipengaruhi faktor mata pencaharian dan
dapat dikatakan bahwa jenjang pendidikan terendah dari anak-anak di Desa
Ketiwijayan adalah SMK. Desa Ketiwijayan memiliki kesadaran akan pendidikan
yang paling tinggi dibanding desa tetangga terbukti bahwa Ketiwijayan menduduki
peringkat 2 sekecamatan sedangkan Kecamatan Bayan mendapat peringkat 2 di
Kabupaten Purworejo setelah Kecamatan Kutoarjo. Meskipun keadaan Desa
Ketiwijayan yang sangat agraris dan bisa dikatakan sangat tradisional, namun
mempunyai kesadaran akan pendidikan yang sedang. Faktor yang mempengaruhi
bertahannya sifat tradisional di Desa Ketiwijayan meskipun banyak lulusan
sarjana adalah karena banyaknya orang-orang yag berhasil dari Desa Ketiwijayan
enggan kembali membangun desa ini. Besar harapan saya jika saya sudah berhasil
nanti bisa kembali ke desa ini dan membangun Desa Ketiwijayan, kampung halaman
saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar