Sutradara : Jason Iskandar
Produser
: Jason Iskandar
Penulis
: Jason Iskandar
Kamera
: Nino Gading
Editor
: Dimas Jayarana
Cheat Chat Bingo adalah sebuah film dokumenter produksi tahun 2009. Film
garapan Jason Iskandar memang mengambil tema tentang pendidikan yang ada di
Indonesia. Cerita dari film ini bermula dari sebuah SMA Kristen, yaitu SMA
Kanisius.
Menyontek merupakan pekerjaan yang sudah tidak asing lagi bagi
siswa-siswi di Indonesia. Seperti sebuah tradisi yang turun-temurun dan mungkin
sangat susah untuk dibasmi. Mereka saling tukar jawaban, bertanya jawaban
kepada yang lain, melirik jawaban teman, atau juga sistem hashtag code.
Juga bagi mereka yang individualis, membawa catatan kecil, buku atau LKS,
ataupun browsing di internet itu sudah biasa. Di mana ada kesempatan atau mata
guru menghadap ke yang lain, contek-menyontek mulai beraksi sehingga muncul
pepatah “posisi menentukan prestasi”. Mereka mencari tempat duduk paling
belakang dimana tempat paling strategis untuk mencuri jawaban teman. Tanpa
peduli sanksi ataupun dosa mereka lakukan demi mendapat nilai tinggi.
Tapi bagaimana jika sanksi ketahuan menyontek berakibat fatal seperti
dikeluarkan dari sekolah? Ya inilah peraturan yang ada di SMA Kanisius. Sekolah
dengan semboyan “lebih mujur dengan usaha jujur”. Dan inilah kronologi dari
film ini.
Suatu hari, matahari di pagi bersinar terik. Suasana di SMA Kanisius nampak
hikmat menampakkan suasana upacara di pagi hari. Sang pater sedang
berpidato di hadapan anak-anak.
Sekolah dengan bermacam-macam peraturan. Tapi entah mengapa di sekolah Kanisius
ini mencotek seperti perbuatan paling terburuk dari segala perbuatan tercela.
Seorang siswa yang ketahuan mencontek di saat ulangan, tanpa ampun akan
dikeluarkan dari sekolah ini. Tapi bagaimana dengan yang hanya diduga
mencontek? Ya termasuk mereka yang sebenarnya tidak bermaksud mencontek tapi
diduga mecontek akan tetap dikeluarkan dari sekolah. Hal ini terjadi karena
seorang yang tertuduh tidak boleh memberikan proses pembelaan. Seperti yang
dialami oleh seorang siswa SMA Kanisius, Tigor Pangaribuan. Pada bulan Febuari
2008, Igor harus dikeluarkan dari sekolah karena kasus mencontek tanpa ada
pembelaan.
Ceritanya panjang, di saat remedi matematika Igor dan teman-temannya sedang
mengerjakan ulangan tersebut. Usut-punya usut, ternyata soal tersebut sudah
bocor dan anehnya justru gurunya yang mengasih soal ulangan tersebut untuk
kemudian di fotokopi dan dibagikan kepada siswanya. Posisinya, anak-anak di
dalam kelas tersebut sudah bisa menjawab soal tersebut. Namun malangnya Tigor,
karena rasa penasaran dan ketidakpercayaan pada dirinya mengharuskan dia nekat
dan bertanya jawaban nomor 2 ke sebelahnya yang jelas-jelas Tigor sudah selesai
mengerjakan. Siswa yang ditanya pun diam saja, entah karena apa. Hingga
akhirnya siswa tersebut melempar kertas ke Tigor. Tigor pun langsung
menutupi kertas tersebut dengan tasnya.
Sedangkan cerita dari saksi lainnya, Gregorius Deo berkata bahwa suatu hari
guru matematika, Bu Dina memberikan soal matematika kepada Alfa untuk kemudian
di fotokopi. Kemudian soal tersebut difoto oleh beberapa siswa, Martin dan
Kristian. Akhirnya jawaban soal pun menyebar. Meskipun jawaban sudah menyebar,
rasa ketidakpercayan pada diri sendiri mebuat Tigor bertanya ke Martin di saat
ulangan. Hal itu membuat Martin melemparkan kertas yang isinya tentang kunci
jawaban. Kunci jawaban tersebut pun ditutupi Tigor dengan sebuah tas untuk
melindungi sahabatnya si Martin yang sudah mencuri kunci jawaban tersebut.
Malangnya, hp pun bunyi dan membuat Bu Dina datang menghampiri dan tragis,
beliau melihat kunci jawaban tersebut.
Tigor pun menganggap bahwa tidak 100% kesalahan ada padanya. Dia melakukan
kesalahan di saat temannya melakukan kesalahan. Tapi dia juga berbuat kebenaran
untuk melindungi temannya di saat temannya berbuat kebenaran untuk membantu
temannya yang sedang membutuhkan. Tapi memang rasa tidak percaya diri Tigor
tetap yang menjadi pusat kesalahan.
Memang pada dasarnya menyontek adalah tindakan tidak terpuji. Seperti bibit
korupsi. Tapi mengapa siswa-siswi memiliki kecenderungan untuk menyontek.
Memang ada yang mengaku belum pernah menyontek sedari SD. Tapi hal yang unik
adalah di sekolah lain ketahuan menyontek hanya diberi surat peringatan
sedangkan di SMA Kanisius yang ketahuan menyontek langsung harus ucapkan
selamat tinggal kepada sekolah tanpa upaya pembelaan. Ada juga yang
mengaku menyontek karena tidak mengerti tentang pelajarannya. Kemudian agar
mendapat nilai bagus dan tidak harus melakukan pengulangan. Mereka berusaha
mendapat nilai bagus karena pemenuhan tuntunan kepada orangtua. Selain itu
untuk mendapat raport yang bagus sehingga mudah mendapat perguruan tinggi
nantinya dan pekerjaan yang bagus.
Hingga suatu ketika seorang siswa ingin menemui pater atau pimpinan sekolah
untuk melakukan klarifikasi tentang peratuan menyontek serta memintai pendapat
mereka tentang fenomena kebiasaan menyontek di kalangan pelajar. Sangat sulit
dimintai keterangan, dari mulai tidak mau menjawab hingga tidak mau menemuinya
secara langsung. Pernah siswa tersebut, Jason Iskandar mencoba menemui pater
sesuai janji namun hasilnya tetap nihil hingga ditunggu sampai sore hari dan
para pegawai sudah pulang. Memang sulit bertemu dengan petinggi di sini, entah
karena terlalu sibuk atau karena enggan menemui.
Memang aneh SMA Kanisius. Peraturan tertinggi seperti ada pada larangan untuk
menyontek. Bahkan pernah seorang siswa yang ketahuan mencuri hp temannya tapi
tidak dikeluarkan dari sekolah. Padahal jelas-jelas mencuri dan menyontek itu
hampir sama dimana ketidakjujuran menjadi penyebab utama. Tapi mengapa mencuri
dibebaskan sedangkan menyontek yang sebenarnya banyak dilakukan oleh kalangan
pelajar langsung dikeluarkan. Sudah jelas mecuri itu dapat dipidanakan
sedangkan mencontek tidak bisa tapi mengapa sekolah menitikberatkan pada kasus
mencontek hanya alasan karena yang mencuri HP itu orangnya penyakitan.
Ada seseorang yang mengaku tidak mencontek karena dia belajar bukan untuk
mencari nilai tapi karena dia ingin mencari ilmu. Dia bependapat bahwa nilai
seseorang bukan karena nilainya bagus tapi bagaimana dia bersikap. Dia
mengutarakan teman-temannya mencontek karena tekananan dari orang tua.
Dalam film diutarakan beberapa metode siswa dalam mencontek, seperti menaruk
catatan di paha. Melihat kemajuan teknologi ada juga yang langsung buka
internet. Dan yang paling spektakuler adalah kejahatan masal yang dilakukan
oleh siswa-siswa dalam satu kelas, dimana semua siswa saling janji untuk
membuat kode jawaban sebelum ulangan. Caranya adalah Jika jawaban A maka
“anulir”, jika jawaban B, maka “besok aja kerjain”, kalau jawabannya C itu
“cari aja sendiri”, kalau jawabannya D itu “dianulir”, dan kalau E itu “enggak
usah dikerjain”. Hal itu dilakukan seolah suara keluhan atau canda seorang
siswa di saat ulangan berlangsung kemudian siswa yang lain menjawab untuk
seolah merespon candanya namun sebenarnya memberi tahu jawaban. Memang paling
kompak kelas dari Yunadi Yustinus ini.
Kembali ke kasus Tigor. Dimana hari keputusan drop out untuk Tigor akan
diumumkan. Perasaan Tigor seperti orang yang sebenarnya tidak pantas mendapat
pembelaan. Dia harus diintrogasi dengan pertanyaan yang sama dan terus
berulang-ulang. Hingga suatu saat dimana Tigor langsung bertanya mengapa kasus
ini hanya diperlama tapi tetap saja pater tersebut masih bertanya dengan
pertanyaan yang sama. Pernah sekali pater tersebut menyuruh Tigor menulis pada
surat pernyataan tentang kejadian sebenarnya namun hasilnya hanya tuduhan bahwa
100% kesalahan ada pada si Tigor.
Ibu dari Tigor mencoba menemui pater untuk mengklarifikasi mengapa
masalah ketahuan mencotek harus dibesar-besarkan. Tapi dahsyatnya, pernyataan
si pater itu malah seakan-akan kesalahan Tigor itu terletak pada ketahuan
menyontek bukan karena menyontek. Hal itu seperti seakan-akan ada peraturan
bahwa menyontek itu diperbolehkan asal tidak ketahuan. Tentunya juga muncul tebakkan
banyak kasus mencontek hanya saja tidak ketahuan. Sekolah seakan melatih
kemahiran siswa untuk menyontek tetapi tidak tertangkap dan menghukum bagi
mereka yang ketahuan karena tidak lulus dari ajarannya. Ibu Tigor pun langsung
menyatakan bahwa mereka yang menyontek tapi tidak ketahuan adalah mereka yang
pantas menjadi pemenang.
Merasa tidak puas, Tigor bersama ibunya menemui pemimpin pater untuk
mengklarifikasi masalah ketahuan mencontek Tigor. Tapi ternyata pemimpin
tersebut justru menyatakan bahwa beliau tidak tahu-menahu masalah Tigor.
Padahal sudah 4 bulan masalah ini dibahas. Terlihat tidak ada komunikasi secara
vertikal di dalamnya. Seakan pater bawahan menutupi masalah ini agar tidak
sampai ke telinga pater atasan.
Suatu hari Jason mencoba menemui Bapak Darmaningtias, seorang ahli pendidikan
untuk dimintai pendapat tentang dunia pendidikan di Indonesia. Beliau
berpendapat mencotek pada anak disebabkan rasa tidak percaya diri juga beban
seperti tuntutan pada anak. Tanggapan beliau berkenaan dengan aturan di SMA
Kanisius adalah bukan masalah setuju atau tidak setuju tetapi memandang
bagaimana persetuan kedua-belah pihak mengenai peraturan tersebut. SMA Kanisius
juga seharusnya memadang bahwa kasus menyontek itu sebenarnya ikut tindakan
kejahatan atau pelanggaran. Beliau hanya menghimbau pihak sekolah untuk
mengevaluasi peraturan yang berlaku.
Pesan
Moral :
Kejujuran itu harga
mutlak yang harus dijunjung tinggi pada setiap orang terkhusus bagi kaum
terpelajar. Meskipun terkadang kita harus melakukan tindakan yang salah
demi kebaikan orang lain tapi tetap saja kejujuran adalah nilai mati.
Rasa percaya pada
kemampuan diri sendiri perlu ditanamkan sedini mungkin.
Ukuran dan nilai
seseorang di mata orang lain bukanlah dari nilai di sekolah tapi bagaimana kita
mampu bersikap terpuji.
Seseorang yang dengan
jabatan tinggi belum bisa dibilang sempura atau dengan kata lain tidak pernah
melakukan kesalahan tapi tetap saja ada peluang bagi mereka ataupun kita untuk
melakukan kesalahan karena sebenarnya kesalahan tempatnya ada pada manusia dan
tidak ada manusia yang sempurna. Jadi berhati-hatilah untuk bersikap.
Bagi kaum pelajar,
jangan pernah sia-siakan kepercayaan orang lain yang menganggap pelajar adalah
orang yang berilmu tapi buktikan bahwa kita adalah orang yang berilmu yang
bersikap dan nilai yang terpuji.
Pemain dan
Perwatakan
:
Jason
Iskandar
: Kreatif dan mempunyai rasa penasaran yang tinggi
Tigor
Pangaribuan : Kurang percaya
diri, setia kawan, tukang menyontek
Pater
: Kurang bertanggungjawab, kurang tegas
Martin
: Tukang menyontek, oportunis, setia kawan
Agustinus
Bambang : Jujur
Nico
Rahardian
: Jujur, percaya diri
Yunadi
Yustinius
: Tukang nyontek, kompak, kerjasama, cerdik
Darmaningtias
: Bijaksana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar