Kejanggalan
Sektor Keuangan terhadap Sektor Riil di Indonesia
Gregorio (1999) dan Alejandro (1985) mengemukakan bahwa
kedalaman sistem keuangan suatu negara akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
karena dapat mengalokasikan dana secara efektif ke sektor-sektor yang
potensial, meminimalkan risiko dengan diversifikasi produk keuangan,
meningkatnya jumlah faktor produksi atau meningkatnya efisiensi dari penggunaan
faktor produksi tersebut, dan meningkatnya tingkat investasi atau marginal
produktifitas akumulasi modal dengan penggunaan yang semakin efisien. Artinya
bahwa perkembangan sektor riil seharusnya senilai positif dengan perkembangan
sektor moneter.
Perkembangan sektor riil perekonomian yang diangap sudah cukup
maju selama ini ternyata belum seiring atau didukung oleh perkembangan sektor
keuangannya. Bahkan seakan tidak ada hubungan signifikan antara perkembangan
sektor riil dengan sektor keuangan.
Perkembangan sector keuangan di Indonesia, yang terdiri dari
perbankan dan pasar modal berjalan cukup pesat, terutama 17 tahun terakhir ini,
dimana sejak tahun 1998. Seharusnya, perkembangan sector ini menjadi pendukung
perkembangan sector riil, mengingat fungsi utamanya adalah sebagai financial
intermediary bagi sector riil. Namun demikian, pada perkembangannya, pergerakan
sektor keuangan justru melampaui sektor riil, terutama setelah tahun 2010. Jika ditelusur lebih dalam, dari sektor keuangan,
kapitalisasi pasar sahamlah yang mendominasi perkembangan ini dan kemudian
diikuti oleh kapitalisasi bank yang dilihat dari dana pihak ketiga (DPK) yang
dikumpulkan bank.
Menurut pendekatan survei, tampak bahwa selama periode 2007
ternyata sumber pembiayaan investasi perusahaan misalnya terutama bersumber
dari dana internal mereka sendiri, mencapai kisaran 60%. Kemudian bersumber
dari perbankan dalam negeri, rata-rata 21%, selanjutnya dari dana afiliasi,
mencapai rata-rata 9%. Baru dana lainnya sebesar ratarata 6%, kemudian dana
dari bank luar negeri sebesar rata-rata 4%. Dan yang paling kurang adalah dana
dari pasar modal, khususnya saham dan obligasi, yakni hanya sekitar 1,5%.
SUMBER
Dede Ruslan. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan. Analisis Financial Deepening di
Indonesia.
Marsuki. Mewaspadai
“Definansialisasi” Perekonomian Indonesia
Ahmad Erani Yustika, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef. Menata Sektor Keuangan.
Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef. Menata Sektor Keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar