Masalah adalah suatu
kenyataan yang harus dihadapi manusia. Semua manusia di dunia ini tidak bisa
dihindarkan dari masalah. Entah siapa mereka, mau kakek-nenek, mbak-mbak,
mas-mas, bapak-bapak, ibu-ibu, tante-tante, om-om, remaja, atau pun anak-anak.
Gue pernah berkhayal.
Bukan hanya pernah melainkan sering. Jika waktu bisa diputar kembali ingin gue
mengulanginya. Memperbaiki setiap kesalahan sehingga menjadikan kondisi sesuai
isi hati. Atau pun menjadi anak-anak balita yang baginya masalah terbesar hanyalah
isi perut. Tetapi apa pun itu, ini hanya di dunia khayal orang bangun tidur
atau pun mereka yang tak mampu mensyukuri apa yang mereka dapati saat ini.
Sehingga tak tahu bagaimana mencari jalan perbaikan dan menuju zona optimal
potensi pada dirinya. Ini hanya akan menjerumuskan mereka masuk dalam golongan
orang-orang psimis dan ada kekhawatirkan menuju masa depan lalu terhindar dari
optimisme.
Orang-orang sering
menyebut masalah sebagai suatu kesenjangan antara kenyataan dengan ekspetasi.
Masalah memiliki takaran yang berbeda-beda, tergantung persepsi setiap orang. Tetapi
sering dari kita menjadikan masalah sebagai cikal-bakal kesedihan yang secara
instan menyulitkan untuk tersenyum.
Bahagia dan bersedih
adalah suatu perasaan yang subyektif. Orang bisa berkata sedang bersedih
meskipun di hatinya sedang bahagia. Begitu pun sebaliknya. Lalu jika perasaan
sedih atau pun senang hanya sebauah kondisi relatif, mengapa kita harus memilih
untuk bersedih? Apa pun itu kita harus tetap bersyukur. Rasa syukur mekipun
sulit ditemui tetapi akan terasa nikmat dijalani dan otomatis akan hadirkan
jiwa bahagia secara alami. Lalu ada yang salah jika kita di sini menerapkan
pola hidup syukur.
Ada yang pernah merasa, di
saat dirundung masalah jiwanya terasa menangis dan sakit. Bukan karena terlalu
berat masalah yang dihadapinya tetapi karena suatu dilema akan bercerita dengan
siapa. Merasa tak ada lagi yang peduli terhadapnya. Bukan karena tak mampu
mengungkapkannya karena malu, tetapi karena takut mengungkapkannya. Takut itu
muncul setelah mereka mencoba berbagi apa yang menjadi unek-unek di hatinya
tetapi bukan solusi yang ia dapat melainkan justru cacian, makian, hinaan,
serta teman-temannya dan hanya disalahkan. Hal-hal demikian yang sangat tak menyenangkan
tentunya. Tetapi jangan hanya dipandang dari sisi negatif. Ada hal baik di
dalamnya, yaitu suatu pelajaran sebagai imbas masalah itu. Dengan begitu mereka
menjadi tahu siapa saja teman-temannya dan orang di sekitarnya yang masih
peduli dengannya.
Salah satu cara yang
paling tepat untuk meringankan masalah adalah sharing atau berbagi. Lalu dengan siapa saja kita harus berbagi
masalah:
Tuhan
Masalah diberikan dari
Tuhan, entah berupa ujian maupun cobaan. Lalu sudah tentu, solusinya juga
berasal dariNya. Sebenarnya orang-orang yang membantu untuk selesaikan masalah hanya
perantara dariNya baik secara langsung maupun tidak langsung. Kita bisa berbagi
dengan sesuka hati denganNya di saat berdoa. Terkadang ada sikap yang tak baik dan
merasa tak ada lagi yang peduli dengan kita, nah di sinilah cara yang tepat
yang harus dilakukan untuk menenangkan jiwa yang penuh masalah. Apalagi kalau
bukan curhat secara langsung dengan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tuhan akan
mempermudah langkah kita untuk mencari solusi. Dengan begitu kita menjadi tahu
betapa sayang Tuhan dengan hambaNya.
Sahabat, Orang Tua, Teman, dll
Berbagi cerita dengan
orang lain mengenai unek-unek juga penting dilakukan. Tetapi ada yang perlu diingat.
Kita harus tahu siapa saja yang selayaknya perlu tahu. Jangan sampai salah
memilih orang. Mereka adalah orang yang sekiranya mampu memberikan solusi dan
mampu menyimpan rahasia itu. Berusaha menenangkan dan tidak mempersalahkan,
menghina, mencaci, atau pun mengejek. Bukan pula yang justru merperkeruh. Mereka
mampu bersikap dewasa. Tetapi perlu diingat solusi terbaik berasal dari kata
hati bukan dari orang lain karena bagaimana pun, kita sendiri yang bisa
mengukur masalah sendiri. Dalam berbagi cerita terhadap orang lain juga ada
batasannya. Jangan sampai kita terus-terusan bercerita. Masalah kecil dibuat
besar. Karena hal ini akan memunculkan sikap seolah-olah kita mengeluh dan
lemah. Orang yang mendengarkan pun bisa menjadi bosan dan tidak respect. Hal
lain yang perlu diingat bahwa kita akan dibuat lebih tenang jika bercerita
dengan mereka yang mampu dipercaya meskipun tak mampu memberi solusi daripada
mereka yang tak mampu dipercaya namun mampu memberikan solusi meskipun ini
jarang. Apalagi mereka yang hanya bisa menyalahkan tanpa memberi solusi
sehingga hanya membuat hati tak tenang.
Menulis/Merekam
Menulis
juga termasuk cara yang tepat untuk meringankan masalah. Kita bisa mencurahkan
segala unek-unek yang ada melalui tulisan. Dengan begitu kita bisa intropeksi
kesalahan sendiri baik dari sudut pandang sendiri maupun orang lain. Tetapi
perlu diingat, dalam intropeksi diri sendiri kita harus menuangkan secara utuh
apa yang kita alami saat itu agar tidak muncul kesalahpahaman sendiri. Menulis
bisa dengan menulis diare atau pun mengemasnya menjadi cerpen, lagu, foto, atau
pun hal lainnya. Selain menulis, kita juga bisa bercerita dengan merekam
melalui video atau pun audio.
Hewan/Benda Mati
Terkadang jika tak ada
lagi rasa percaya kita terhadap orang lain ada baiknya kita berbagi cerita
dengan hewan peliharaan atau pun benda mati di sekitar kita. Meskipun ini
terbilang aneh, namun jika masalah terpendam lama akan memungkin munculnya
emosi yang meledak. Hewan dan benda mati tak mampu memberi solusi namun jika
bisa membuat hati tenang mengapa tidak.
Aktivitas
Akrivitas yang mampu meringankan masalah akan berbeda tergantung
kebiasaan setiap orang. Ada yang hanya menangis, terdiam atau merenung,
jalan-jalan, olah raga, menyalurkan hobi atau pun aktivitas lainnya. Ini bisa
juga menjadi pilihan jika memang dirasa mampu meringankan masalah.
Sekian
yang dapat gue sharing. Semoga bermanfaat. Jika ada yang salah, mohon maaf dan
bisa langsung dikoreksi. Atau jika kalian punya solusi lain bisa langsung share. Okay selamat bertemu kembali
terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar