Jumat, 17 April 2015

Cerpen Romantis : Musim Panas Benua Biru

MUSIM PANAS BENUA BIRU
            Kulanjutkan saja menikmati manisnya teh hangat ini. Udara pagi yang begitu dinginnya dengan kabut Kota Bandung seakan mudah saja terluluhkan oleh minuman ini. Lalu kuingat saja peristiwa kemaren ketika aku masih di Eropa sana yaitu tepatnya berlatar di Kota London. Peristiwa yang indah dan begitu manisnya meskipun masih ada rasa penasaran sampai sejauh ini. Mengapa laki-laki berkebangsaan Inggris itu sangat mudah datang dan pergi. Apakah dia siluman? Namun tak mungkin karena masih bisa aku lihat dan masih bisa kuajak berbincang lama.


            Aku takjub dengan pria ini dan jarang aku temui pria semacam ini. Sangat jarang aku jumpai seseorang Inggris asli yang muslim sama sepertiku kecuali mereka yang sudah keturuan Pakistan, Turki, atau India. Dia selama ini mengembara untuk mencari agamanya sendiri. Dan tahun pertama kehidupanku di Inggris kuhabiskan musim panas bersamanya. Aku masih tidak tahu seluk-beluk Kota London dan bahkan berbahasa Inggris saja buatku masih susah. Dia masih saja sabar mengajariku untuk lebih tahu tentang London dan menurutku itu sangat menarik. Kita berkeliling di kota ini dan seakan penuh antusias dia mengajariku bagaimana cara menikmati musim panas di Kota London.
            Dia memberiku kesan yang baik terhadapnya. Aku yang masih menyesuaikan terhadap lingkungan baru sudah merasa nyaman dengan kota ini. Iya berkat orang itu, Collin. Dia menemani hari-hariku dan memberitahuku semua restoran muslim di kota ini. Seakan dia sangat peduli terhadapku. Kami saling bertukar budaya dan bahasa. Dia semakin lancar dengan Bahasa Indonesia yang selama ini memang sudah sering aku ajarkan.
            Tapi kala itu aku sangat bersedih. Tepat di musim panas yang akan segera berakhir dia mengucapkan kata berpisah. Keluarganya akan ke Amerika dan dia pun harus ikut dengan mereka. Entah itu untuk urusan bisnis atau apa aku juga tak tahu. Sebenarnya berat untukku melapasnya karena sebenarnya aku sudah ada hati untuknya. Tapi memang benar, aku harus sabar seperti janjinya yang akan segera menemuiku.
            Sudah berbulan-bulan aku menunggunya, lalu apa yang dimaksud kata segera. Sudah hampir satu tahun dia pergi. Bahkan sering aku menghubunginya namun belum juga mendapat balasan. Apa dia telah lupa karena sudah ada teman baru di Amerika sana. Atau dia tidak tahu bahwa betapa besar rinduku ini terhadapnya. Aku sangat tak tenang menunggunya di sini sendiri karena hanya dia menurutku orang terbaik di Kota London ini. Meskipun sudah banyak kawanku di sini tapi tak ada orang yang mirip dengannya. Ingin aku menyusulnya ke sana.
            Niatku untuk menyusulnya benar-benar bulat. Aku ingin menikmati musim panas tahun ini bersamanya seperti tahun yang lalu. Dan hari ini adalah tanggal di saat aku pertama kali bertemu dengannya, kujejakkan kaki ini di bandara. Namun rupanya harus kubatalkan niatku untuk menemuinya di Amerika sana. Tak perlu aku ke Amerika karena tanpa sengaja dia sudah berada di sini. Pertemuan yang sama sekali tak kami rencanakan. Persis seperti tahun yang lalu saat pertama kali kami bertemu.
            “Hai kau. Kau akan pergi kemana?” tanya sebuah suara dari arah belakang dan persis suaranya. Dan kutoleh menuju suara itu dan benar dugaanku.
            “Aku ingin menyusulmu di Amerika.” Jawabku.
            “Sungguh? Aku sangat tersanjung mendengarnya.
            “Terimakasih.” Jawabku.
            “Tapi maaf harus kubutalkan keinginanmu.karena sudah membuat orang yang akan kamu temui sudah berada di sini. Mari kita habiskan musim panas bersama di kota ini.” Pintanya merayu.
            “Baiklah. Mana mungkin kubisa menolak.” Jawabku terhadapnya.
Aku sangat bahagia dan ini seperti kejutan dari Tuhan. Dia kesini memang benar untuk menemuiku dan tak mungkin aku jadi pergi ke Amerika. Dia ingin berlibur menikmati musim ini bersamaku. Ya bersama Kota London dan musim panas ini. Namun seperti biasa, musim panas ini begitu terasa cepat bersamanya. Dia harus kembali karena musim berlibur telah usai. Dan lagi-lagi kuharus dibuat kecewa olehnya.
            Aku tak ingin seperti tahun lalu yang harus menjalani hari-hariku sendiri lagi. Mengapa kami hanya bisa bersama di satu musim saja? Mengapa tidak dalam waktu satu tahun saja? Sudah dua bulan aku ditinggal dia pergi dan aku pun berniat melancong ke Amerika saja. Selain niatku untuk menemui kakakku, akan kusempatkan untuk mengunjungi rumahnya. Kebetulan tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah kakakku dan alamatnya sudah aku punya. Seperti biasa tak ada yang bisa aku hubungi sehingga membuat aku dan kakakku harus sedikit susah untuk mencari alamatnya. Dan kecewanya, begitu kutemui alamatnya ternyata penghuni lamanya sudah pindah dan akhirnya membuat harapanku putus di tengah jalan. Seperti nomaden keluarganya karena yang kudengar dari orang yang tinggal di situ keluarganya sudah pindah ke Spanyol.
            Tiba di musim panas yang aku tunggu. Kali ini bukan dia yang menemuiku tapi aku yang harus menemuinya. Kuhabiskan waktuku di musim panas tahun ini di Kota Madrid. Tidak hanya itu saja bahkan sudah aku kelilingi Kota Spanyol ini. Ada suatu peristiwa yang membuatku teringat saat pertama kali kami bertemu. Kekagumanku pada pemuda muslim ini. Peristiwa itu adalah saat dia jejakkan kaki kanannya pertama kali di Masjid Cordoba. Hatiku semakin yakin bahwa saat ini sedang ada petunjuk dari Tuhan. Petunjuk dari Tuhan tentang siapa jodohku. Ya pria yang tengah berdiri di depanku saat itu. Karena saat itu ada suasana yang beda. Hatiku terasa nyaman saat dia berdiri dan membelakangiku tapat di depan masjid ini.
            Tahun telah berganti. Aku harus menepis harapanku untuk bertemu lagi dengannya. Mungkin di musim panas tahun kemaren, Spanyol adalah pertemuan terakhirku dengannya. Tak ada lagi firasat akan berjumpa dengannya di musim panas tahun ini. Lalu kuputuskan saja untuk menghabiskan musim panas tahunku ini bersama sahabatku di Korea sana. Aku sudah memberitahu dia dan kuajak dia untuk ikut berlibur bersamaku di Korea melalui email. Awalnya aku kira emailku akan tak terbalas olehnya karena sudah seperti itu biasanya. Namun dugaanku salah, dia membalas meskipun hanya untuk menolak ajakanku. Dia seperti kecewa karena aku tak bisa menemani musim panasnya di Kota London. Dia juga tidak tahu  bahwa sedari Korea aku sudah tidak kembali ke London. Aku akan kembali ke Indonesia dan menetap di sana untuk tidak pernah kembali. Indonesia adalah negara asalku dan Inggris hanya tempatku sementara untuk melanjutkan pendidikan.
            Tapi mungkin harapan tentangnya sudah sia-sia. Dan mungkin seperti pangeran musim panas yang hanya ada di benua biru, Eropa saja. Buktinya selama ini kita bertemu di musim panas saja. Lalu pamit ketika musim semi telah tiba. Dia tak kutemui saat aku menyusul dia ke Amerika ketika musim semi, yaitu saat aku berkunjung ke rumah kakakku. Bahkan tak satu pun dia membalas emailku kecuali di musim panas. Dia juga hanya berada di benua Eropa saja. Dia tak ada batang hidungnya saat aku kunjungi dia di Amerika. Dia juga enggan menerima ajakankku untuk berkunjung ke Korea. Namun lihatlah, dia selalu setia menemani liburanku di Kota London dan Spanyol. Lalu apakah mungkin jika dia menyusulku ke Indonesia. Harapan kecil menurutku.
            Aku terjebak dalam dunia dongeng. Atau aku sudah diguna-guna oleh pria Inggris itu. Tapi tak mungkin karena aku sudah benar-benar jatuh cinta dengannya. Namun sepertinya aku memang tak berjodoh dengan pria musim panas di benua biru itu. Dia hanya menganggapku sahabat dan kawan untuk menghabiskan musim di Eropa. Sepertinya firasatku ketika di Cordoba itu salah dan itu hanya rasa kagumku saja terhadapnya. Tak mungkin dia ada di sini. Apalagi Indonesia hanya mempunyai dua musim. Musim hujan dan kemarau dan tidak termasuk musim panas.
            “Amelia!” terdengar suara dari arah sana. Aku masih terdiam karena takut suara itu hanya ilusi saja setelah aku termenung dalam waktu yang lama. “Amelia! Dengarkah Engkau?” suara itu kembali memanggil.
            Tak mungkin. Pria musim panas di benua biru itu datang ke Indonesia. Aku takut ini hanya mimpi dan sepertinya tidak. Aku cubit pipiku sendiri dan masih terasa sakit. Hidungku juga masih normal karena masih sanggup menghirup nafas ini. Semua tetangga menjadi gaduh seakan tak percaya rumahku kedatangan bule pria meskipun sudah sering kubawa bule-bule. Tapi tidak termasuk ini karena yang sering kuajak pulang adalah mereka para bule perempuan. Collin tak tahu bahwa ia telah menjadi pusat perhatian.
            Sepertinya memang tak ada dongeng pangeran musim panas di benua biru atau memang ada namun sudah berhasil kulepaskan diri setelah terjebak di dalamnya dalam waktu yang lama. Atau bisa juga kutukannya telah hilang karena sudah ada gadis yang sudah jatuh hati secara tulus padanya dan gadis itu adalah aku.
Tapi tak ingin aku menebak-nebak peristiwa yang memang sekali tak aku ketahui kebetulan itu. Karena dia datang tidak sendiri. Dia bersama keluarganya yang hidup nomaden itu. Niatnya juga sangat sakral untuk segera menjadikan aku menjadi salah satu anggota keluarganya. Tapi itu justru buatku bingung karena aku takut dia akan menghilang seperti yang sudah-sudah dan membuatku bkhawatir untuk tak bisa untuk mencarinya.
TAMAT
Tag = #CerpenCinta #CintaRemaja #CerpenRomantis #CerpenCintaSejati #CerpenKesetiaan #CerpenBahasaindonesia #CerpenKasihSayang



            

Tidak ada komentar: