Sabtu, 18 April 2015

Cerpen Remaja : Rumitnya Sebuah Rahasia

Rumitnya Sebuah Rahasia
Dunia yang semakin sesak dengan berjuta manusia dan benda-benda. Mereka yang penuh dengan sejuta misteri dan aku tak boleh mengetahuinya. Dunia memanggilku Rian, anak kelas XII di sebuah SMA di Jakarta tahun 2014. Alasan ibuku memberikan nama kepadaku dengan istilah Rian, aku pun tak mengetahuinya dan aku pun tak berusaha mengetahuinya. Orang bilang aku cuek, tak ingin mencampuri urusan orang lain, dan aku misterius. Sikap cuek terhadap masalah orang lain terkadang dinilai cool sehingga banyak gadis-gadis di sekolah termasuk para primadona sekolah menyukaiku. Namun meskipun cuek, aku orangnya sealu ingin membantu kepada mereka yang memang butuh aku dan mau bercerita secara terbuka apa masalah mereka. Tetaplah, aku tetap tak ingin mencari tahu masalah mereka secara detail kecuali jika mereka memberi tahuku secara jelas. Namun jangan salah, sikap cuek yang bersemayam dalam karakterku tidak membuatku seperti orang sombong. Seperti misalnya, saat di jalan kujumpai nenek tua yang membawa belanja berat langsung kubawakan tanpa dimintanya meskipun aku hanya diam sambil membawa barang belanjaan mereka tanpa berusaha tahu nenek itu belanaja apa dan dimana. Aku juga selalu menyapa kepada setiap orang yang pernah aku temui bahkan hanya sekali ketemu makanya tidak jarang saat kusapa mereka ada beberapa yang justru bertanya dan merasa asing kepadaku. Mereka sama sekali tak mengenaliku. Bisa disebut sok kenal dan alhasil hampir satu sekolah mengenaliku. Ya sampai bisa dibilang aku orangnya peka tapi tidak peka. Aku hanya tak berusaha kepo terhadap setiap urusan manusia namun aku tetap berusaha menjadi orang yang selalu ada terhadap mereka yang butuh keberadaanku dan pertolonganku.

Sikap ini sudah diajarkan oleh ibuku yang terus berulang. Beliau sering katakan bahwa setiap manusia pasti punya urusan dan tugas kita hanya membedakan mana yang menjadi urusan publik dan mana yang memang sangat privasi. Aku diajarkan bagaimana menghormati privasi orang namun tetap menjadi manusia yang peduli dan menolong kepada sesama. Ya aku bukan patung; aku juga bukan robot; aku bukan tembok; aku juga bukan sebuah benda yang hanya mendengar dan tak berusaha bertanya. Tetapi di situlah kuketahui setiap arti dari masalah orang lain yang memang wajib mereka jaga dan jika mereka ingin berbagi toh mereka sendiri yang memberi tahuku.
Berusaha tidak mencampuri problema orang lain namun tidak membuatku tidak berbicara. Sering kuberbagi setiap pengalaman yang kualami kepada mereka yang di dekatku. Sehingga membuat mereka yang peka dan tergerak hatinya ikut membantu setiap urusan yang membuatku sulit. Terimakasih dan memang aku juga akan membantu mereke dan siap menampung curahan hati mereka jika mereka berkeinginan.
Sebuah misteri yang terus hinggap dalam kehidupanku membuatku tidak ingin memaksa ibuku untuk memberitahu siapa nama ayahku sebenarnya. Beliau hanya berkata bahwa ayahku sudah meninggal karena sebuah kecelakaan pesawat terbang dan sampai aku sebesar sekarang tubuhnya belum ditemukan. Beliau hanya berkata itu dan tidak memberi tahu siapa aku harus memanggil. Mungkin itu yang membuat ibuku mengajarkanku agar tidak menjadi orang yang berkeinginan menguak rahasia orang lain dan agar aku tidak terus bertanya siapa bapakku. Terkadang aku juga malu saat teman atau guru bertanya siapa nama ayahku. Aku jawab dengan tersenyum dan jika ditertawakan oleh teman sekelas, reflek saja aku menjawab Budi Laksono, Yudi Santoso, atau Agus Sasongko. Ya semua itu nama mantan tukang kebunku di rumah atau supir pribadi ibuku bahkan penjual nasi goreng yang berdagang di depan rumahku. Maka tidaklah lucu jika nama ayahku sering ganti waktu SD, SMP, sampai SMA.
Tetapi semua itu tidak membuatku menyalahkan ibuku dan justru membuatku tertawa. Menurutku itu sangatlah lucu yang nantinya bisa kuceritakan dengan anak dan cucuku. Aku sangat menghargai keputusan ibuku untuk tidak memberi tahu siapa nama ayahku sebenarnya. Mungkin beliau hanya tidak ingin mengingat namanya sehingga bisa membuang rasa sedih karena harus kehilangan selamanya. Bahkan jika sedang musim telenovela, pikiran kotorku sering tertuju bahwa ibuku seperti wanita selingkuhan dari seorang suami yang sudah beristri lalu bisa dibilang aku bukan anak yang diinginkan.
Tidaklah mungkin semua itu terjadi. Ibuku sangat menyayangi dan tidak memperlakukanku layaknya anak yang tidak diharapkan seperti dalam seinetron atau telenovela. Ibuku sangat tangguh dengan wajah yang masih cantik dan awet muda namun tidak berusaha mencarikan ganti ayahku. Padahal jika ibuku menikah lagi aku mengizinkan.
Panjang lebar kuceritakan apa itu hakekat rahasia dalam hidupku kini giliranku memberi tahu apa itu rahasia terbesar dalam hidupku. Ira, ya Ira namanya. Dialah yang menyaksikanku sering menggonta-ganti nama bapakku dari SD hingga SMA. Gadis cantik dengan segala pesonanya menaklukkanku sehingga aku bisa suka dengannnya. Dia pintar dan sikapnya yang selalu mudah diajak bicara memudahkan terjalinnya diskusi di antara kita. Kita berbagi cerita dan tidak ada yang membedakan status di antara kita mana yang sebagai pendengar dan mana yang sebagai tukang cerita. Dia sama denganku yang sangat membedakan mana yang memang seharusnya menjadi rahasia dan mana yang bisa diselesaikan secara bersama. Sikap itu tidak membuatku harus bertanya dahulu bagaimana harinya dia sehingga aku tidak dianggap seorang yang kepo.
Awal hubungan kita dimulai hubungan sahabat. Kita satu kelas dari sejak kelas 1 SD hingga kelas XII SMA. Makanya aku sangat tahu bagaimana karakternya. Kita mulai meresmikan hubungan kita menjadi status pacaran saat kelas X SMA. Namun meskipun demikian aku merahasiakan hubungan ini kepada ibuku. Aku takut ibuku marah dan ini sebagai wujud balasan setelah ibuku merahasiakan siapa ayahku. Dari kelas 1 SD, aku baru dua kali dibawa ke rumah Ira. Di rumahnya hanya ada neneknya dan ternyata selama ini dia hanya tinggal dengan neneknya. Ibunya meninggal saat umurnya masih 2 bulan, sedangkan ayahnya juga meninggal saat dia usia 10 tahun karena kecelakaan pesawat terbang. Mungkin saja ayahku dengan ayahnya meninggal karena menjadi korban satu pesawat yang sama. Itulah keistemewaan hubungan kita. Ya sama-sama tak punya ayah, hanya bedanya aku lebih beruntung. Aku masih punya ibu sedangkan dia sudah ditinggalkan kedua orang tuanya.
Sudah sepekan ini, hubungan kita memburuk. Dia memutuskanku tanpa sebab. Aku sering bertanya kepada dia, alasannya memutuskan status pacaran kita. Namun tidak sekali dia mengatakan sejujurnya. Aku pun telah menyalahi aturan yang aku buat sendiri bahwa tidak akan menguak rahasia seseorang sekalipun itu menyangkut diriku. Hingga aku menyerah untuk tidak menanyakan alasannya memutuskanku. Mungkin ada suatu alasan yang dianggapnya sebagai suatu rahasia sehingga membuatnya tidak bisa mengatakan kepadaku.
Sudah kuputuskan untuk move on dan akan berhenti memikirkan. Seperti nasihat ibuku bahwa masih SMA dilarang pacaran. Namun itu terasa berat karena kami selalu bertemu setiap hari mengingat kita yang satu kelas. Namun hubungan kita masih baik layaknya sebagai sahabat, hanya saja kami sudah jarang bicara bersama. Kami tetap menyapa saat bertemu tetapi layaknya teman sekelas.
Sudah seminggu aku berhasil move on. “Yes,” aku katakan. Ternyata apa yang dikatakan ibuku selama ini benar bahwa usia SMA sangat nyaman jika tak punya pacar. Apa pun sangat bebas aku perbuat. Terlebih otak ini akan lebih tertuju dengan masa depan. Sangat sesuai dengan kondisiku yang akan menjalani ujian kelulusan. Aku juga sangat bangga karena jika kulihat-lihat sepertinya Ira tidak bisa lupa denganku walaupun dia yang minta putus.
Tetapi belum lama dia minta putus, dia memintaku untuk bertemu di taman belakang sekolah. Sudah bisa kutebak dia akan meminta aku kembali dan akan kuberi jawaban bahwa aku tak bisa. Konsentrasiku sudah tertuju ujian yang akan segera kami hadapi. Meskipun dia memintanya dengan sangat namun tetap jawabanku tidak. Inginku buatnya sadar bahwa tidak semudahnya seseorang memberikan keputusan yang tentunya bisa berpengaruh terhadap perasaan orang lain.
            Nyaris buat jantung hampir copot. Aliran darah berhenti seketika saat sautu penjelasan keluar dari mulut Ira. Dugaan yang terngiang dalam otakku ternyata salah besar. Dia tidak memintaku kembali tetapi justru ada suatu pernyataan yang berupa rahasia besar dan alasan dia memutuskanku. Antara masuk akal dan tidak masuk akal. Aku sempat tak percaya dan mungkin saja ini adalah sebuah mimpi. Sebuah mimpi yang tak pernah aku sadari selama ini. Bodohnya diriku bahwa ternyata aku dan dia adalah saudara tiri. Itu alasannya mengapa penyebab kematian ayahku dan ayahnya sama. Ira sudah tahu bahwa sebenarnya kami adalah saudara sudah sejak lama. Sejak aku dikenalkan dengan neneknya. Neneknya tahu bahwa kami punya ikatan saudara setelah mendengar cerita tentangku dan keluargaku kepadanya. Aku memang bercerita secara detail dan itu yang membuatnya tahu bahwa kami bersaudara. Neneknya sempat sakit setelah kedatanganku di rumahnya. Itu karena tubuhnya yang renta ditambah pikirannya yang tertuju pengalaman pahit tentang anaknya di masa lau.
Sempat kuberpikir bahwa kecerobohanku ini disebabkan oleh ibu yang tidak pernah bercerita keadaan yang sebenarnya. Aku ingin menyalahkan ibuku namun tak berdaya kumenyalahkannya. Ibuku pernah menikah dengan seorang yang ternyata sudah beristri. Ya istri dari suami ibuku adalah ibunya Ira. Ibuku menikah saat Ira berumur satu bulan. Itu sama saja ayahku menikah lagi di saat umur anak pertamanya berumur satu bulan. Itulah penyebab selisih umurku dengan Ira ada 11 bulan. Tak percaya begitu bodohnya ibuku di usia mudanya. Begitu kalutnya, ibunya Ira harus kehilangan nyawa begitu mendengar kabar bahwa suaminya menikah lagi karena penyakit jantungnya yang ia derita sejak kecil. Ibu kandung Ira memang sudah dikenal wanita yang sakit-sakitan karena derita penyakit jantung yang ia alami. Begitu pula dengan ibuku, mendengar bahwa selama ini dia telah dibohongi oleh seorang laki-laki dia pun berpisah dengan suaminya. Sejak saat itulah neneknya Ira sangat membenci ayah Ira karena sudah dianggap telah menjadi penyebab meninggal anak satu-satunya. Neneknya juga sangat benci dengan ibuku karena dianggap telah mengganggu kebahagiaan anaknya.
Jika harus disalahkan tidak sepenuhnya salah ibuku. Ibuku hanya sebagai korban penipuan. Yang perlu disalahkan adalah kamus hidupnya yang harus menutupi suatu kenyataan termasuk kepada anaknya. Aku mulai membuang ketetapanku yang selalu berusaha acuh kepada setiap rahasia seseorang. Aku akan bertanya kepada privasi orang yang jika dianggap perlu aku ketahui. Ternyata terlalu menghormati privasi orang lain bisa mengganggu keperluan seseorang. Seperti kondisi yang aku alami saat ini. Rahasia bisa menyebabkan kecurigaan berkepanjangan. Tidak ada kejujuran sering menghilangkan adanya kebersamaan. Harus kubuang jauh-jauh karakterku yang acuh terhadap rahasia orang yang terkadang menggangu kehidupannya dan aku anggap karakter itu bisa menjadikanku tidak perhatian. Ini semua hanya sebagai pelajaran dan terimakasih Ira, kakak tiriku yang membuatku tahu bahwa sebuah rahasia itu rumit dan sangat rumit.


Tag : #CerpenRemaja #CerpenKeluarga #ContohCerpenRemaja #ContohCerpenKeluarga #CerpenBahasaIndonesia #KumpulanCerpen #KumpulanCerpenRemaja

Tidak ada komentar: