Rabu, 09 September 2015

Arti Bersyukur Menurut Kamu

Arti Bersyukur Menurut Kamu

Hallo. Selamat berbahagia guys. Okay apa kabar kalian di bulan ini. Bulan yang sangat berkesan bukan? Semoga sih berkesan. Dan buat kalian yang punya unek-unek bisa kok share unek-unek kalian di komentar nanti pasti gue baca terus kalau sempet gue jawab kok.

Okay hari ini gue akan share pengalaman gue. Asli kisah hidup gue. Malu juga sih kalau harus diceritain ke kalian karena ini hanya akan membuka kedok gue betapa begoknya gue saat itu. Tapi kalau emang bisa bermanfaat bagi kalian semoga aja kebodohan gue saat itu bisa ditolerir deh. Hahaha.
Menurut gue pengalaman ini bener-bener mengajari gue betapa pentingnya gue buat bersyukur dengan apa yang telah Tuhan berikan kepada gue. Dan nantinya gue akan ceritakan ke kalian. Cerita ini bener-bener realita dan maaf kalau enggak setragis cerita di film-film yang gue yakin cerita di film-film juga udah editan dari Bung sutradara.
Kalian pernah enggak merasa punya kawan yang sama sekali enggak asyik. Kalau yang jawab pernah, pasti akan lebih nyambung baca cerita gue ketimbang yang enggak. Kalau boleh gue saranin ternyata yang jawab pernah itu disebabkan oleh rasa jenuh kalian ke temen-temen kalian aja. Kenapa gue ngomongnya jadi enggak nyambung gini. Hahaha.
Jadi gini, gue punya beberapa temen yang menurut gue orangnya asyik-asyik pokoknya. Sebelumnya kalian tahu istilah temen deket enggak? Yang itu lhoh istilahnya “enggak ada dia kalo enggak ada pasangannya”. Dimana ada dia pasti ada temen deketnya itu. Ya kalau istilah lebih kasarnya “ngegeng” gitu deh. Gue enggak suka istilah seperti itu. Bagi gue semuanya itu temen. Ya meskipun mereka bukan temen deket tetapi buat gue itu udah asyik aja kalau bisa buat nyambung silaturrohmi. Ya maaf aja kalau gue berpikiran kaya anak kecil. Masih bicara soal geng pertemenan kaya masih SD aja. Tetapi menurut gue itu realitanya bro. Coba kalian perhatikan temen-temen kalian yang ngegeng seperti itu.
Nah kalau masih bingung tentang geng pertemanan gue jelasin lagi nih. Meskipun gue enggak punya geng pertemanan semacam ini tetapi gue sedikit tahu deh berdasarkan pengamatan temen-temen gue. Jadi geng pertemanan itu seperti komunitas yang berisikan manusia-manusia yang di antaranya saling bersahabat. Nah biasanya jika ada salah satu anggota di lingkungan tersebut pasti akan ada anggota yang lainnya. Orang-orang akan heran jika ada salah satu anggotanya di suatu tempat tetapi enggak ada anggota lain. Dikira marahan gitu. Nah persahabatan itu bisa karena beberapa persamaan. Entah itu persamaan nasib, status sosial, hobi dan kesukaan, selera, kepintaran otak, dan mungkin karena kesamaan jomblo.
Gue orangnya emang enggak punya geng. Jadi gue sering ikut gabung ke geng yang ini dan ke yang itu. Petualang gitu biar sekalian ngerasain social experiment. Mungkin banyak dari mereka yang sebel dan menganggap gue nggak loyal. Tetapi menurut gue it's not problem. Selama gue masih bisa menyambung tali persaudaraan dan menambah informasi yang masih bisa gue pelajari dan berguna buat masa depan gue tentunya. Enggak tahu apa, mungkin karena gue orangnya bosenan atau gimana.
Tepat saat itu emosi gue lagi naik turun. Apa mungkin karena tugas kuliah yang banyak, atau karena hubungan gue ke orang tua yang agak kurang baik, atau mungkin juga karena masalah gue yang lagi kecewa karena ulah seseorang, tepatnya sahabat kecil gue. Gue jadi merasa jenuh gitu karena gue harus berteman dengan siapa pun tapi mereka nggak mau dengerin cerita gue. Seakan banyak temen tapi nggak punya sahabat. Gue jadi mudah baper dan marah-marah nggak jelas. Gue jadi merasa dimanfaatin orang doang. Gue merasa selama ini orang-orang mau deket sama gue karena ada maunya saja. Dari mulai deket-deket gue karena butuh utang duit doang, bantuin ngerjain tugas kampus, ngeles materi kampus gratisan, dengerin curhat orang, sampai ke tempat pelarian karena lagi marahan sama temen-temen gengnya. Sumpah gue saat itu negative thingking banget sampai bisa berpikiran seperti itu. Meskipun sampai saat ini gue masih berpikiran demikian. Mau mereka berbagi kesusahan aja tapi kalau seneng lupa. Mereka jadi menganggap bahwa masalah gue itu nggak penting. Ya emang gue akuin selama ini gue orangnya fine-fine  aja dan serasa menjadi orang yang terbebas dari masalah. Makanya mereka jadi sering curhat ke gue tapi giliran dicurhatin pada kabur. Bukannya nggak ikhlas bantu tetapi kalau kacang lupa sama kulitnya siapa juga yang mau.
Sejak saat itu gue mencoba jauh dari temen-temen gue. Gue jadi merasa sendiri. Padahal saat itu pengin banget bercerita ke mereka tentang masalah gue dengan orang tua dan rasanya dikecewakan temen kecil gue dulu. Drama banget gue saat itu ya? Tetapi itu susah banget. Bukannya nggak bisa buat cerita tetapi emang nggak ada yang mau dengerin cerita gue. Makanya sejak saat itu gue jadi sering nulis artikel ke blog dan sampai sekarang kalau gue lagi sedih.
Akhirnya gue nemuin temen baru yang super-super jadi dirinya sendiri. Gue jadi lupa masalah gue selama ini. Gue jadi lupa masalah gue ke orang tua gue dan ke temen-temen gue yang lain. Gue sangat menikmati pertemanan gue ke dia. Sering jalan bareng dan menghabiskan waktu dan uang bareng. Ya meskipun gue jadi lupa tugas kuliah gue. Jadi seringnya keteteran gitu deh.
Tetapi menurut gue ini dunia sebenarnya. Ini yang merupakan sahabat sejati yang tidah hanya sebatas teman saja. Gue nggak lagi merasa dimanfaatin buat ngajar mereka lagi, dengerin curhat mereka yang basi, atau disuruh buat ngerjain tugas mereka. Ya meskipun tugas keteteran dan dompet gue jebol.
Seiring berjalannya waktu, secara nggak sadar ada perubahan besar dalam hidup gue. Ini tutur temen sekamar kos gue yang sering ngliat aneh pada diri gue. Katanya gue jadi nggak mau lagi makan nasi di warteg. Maunya di restoran yang cukup mahal. Gue udah nggak mau lagi beli di pasar, maunya di mall. Pekerjaannya ke salon mulu. Gue jadi nggak pernah belajar dan ngerjain tugas. Yang lebih diperjelas lagi katanya gue jadi hedo gitu. Selalu memandang seseorang dari materi. Gue jadi sering merendahkan hobi dan selera orang lain katanya.
Sebagai mahasiswa yang uang sakunya pas-pasan dan masih bisanya minta ke orang tua, akhirnya gue mengalami krisis ekonomi yang bener-bener mencekik. Gue kebingungan harus mencari tambahan dana ke mana. Di tengah kebingungan itu akhirnya gue nemuin cara dikasih tahu ke temen gue yang baru itu. Apalagi kalau bukan investasi gitu. Maklum gue kuliahnya di ekonomi. Tanpa kerja keras gue bisa dapat uang. MLM gitu deh pokonya. Modal yang harus gue sumbangin sebesar Rp. 3.000.000,00. Wah itu uang makan gue buat sebulan ke depan. Kecil ya? Kalau menurut gue itu lumayan besar karena uang Rp.3 000,00 aja udah cukup buat sekali makan di kota ini. Gue sempet berpikir apa iya ada tanpa kerja bisa dapet uang. Tetapi kalau gue pikir mungkin bisa saja soalnya temen gue yang satu ini super gaul banget orangnya. Dan gue pun memutuskan untuk iya ikut bisnis ini. Terus gue makannya minjem gitu sama temen sekamar gue yang kebetulan dia kembaran gue. Ya nggak papa lah orang saudara gue juga.
Selang beberapa minggu akhirnya gue nyadar kalau gue selama ini udah kena tipu. Bisnis bodong ngakunya bisnis halal. Ya ampun bego banget gue ternyata. Dan ini dimulainya penderitaan gue sebenarnya. Temen yang ngajak gue buat investasi, gue pikir orangnya asyik. Ternyata sama sekali nggak asyik. Sejak kasus penipuan itu dia ngilang gitu aja. Nggak pernah main ke kos gue lagi. Waktu ketemu di kampus aja yang kebetulan kita emang beda fakultas dia main nyuekin gue gitu aja. Boro-boro nyapa, senyum aja enggak. Pernah gue tagih tetapi mana tega gue minta uang ke dia. Ternyata dia kena tipu lebih banyak ketimbang gue. Persahabatan kami segampang itu runtuh hanya karena uang tiga juta.
Penderitaan gue nggak hanya cuma sampai itu. Kembaran gue udah nggak betah gitu gue pinjamin duit mulu. Dia jadi sering marah-marah gitu padahal gue udah baik banget suka nyuciin baju dia. Gue bingung banget mau crita sama siapa. Kalau ama temen gue, mereka sudah menjauh. Gue juga udah nggak punya duit sama sekali. Bahkan kalau mau bercerita sama orang tua gue mana mungkin. Mereka pasti jadi sedih ngeliat anaknya kena tipu.
Inilah puncak penderitaan gue. Di saat gue nggak punya apa-apa, temen nggak punya, uang apalagi. Saudara gue malah pulang ke rumah orang tua karena saat itu memang waktu liburan semester dan liburan Bulan Ramadhan. Gue yang udah terlanjur takut dan berpikiran pasti akan malu banget buat ketemu ke orang tua dan menceritakan ke mereka tentang apa yang terjadi sebenarnya ke mereka. Akhirnya gue mutusin untuk menunda dulu pulang ke rumah. Gue butuh banget buat menenangin diri dulu. Gue berusaha nggak akan merepotkan orang tua lagi buat minta uang ke mereka lagi. Apalagi ini udah dekat dengan hari raya dan pasti akan butuh budget banyak. Gue akan cari kerja di sini untuk sementara. Tetapi ternyata cari kerja di sini susah juga. Padahal gue udah dibantu sama temen kecil gue yang kemaren baru saja hubungan kita membaik. Temen kecil gue itu baik banget. Dia sengaja dateng dari jauh buat bantuin gue cari kerja dan ngasih pinjaman uang ke gue. Meskipun jarak kita beda kota, bahkan beda provinsi tetapi hubungan kita tetap baik apalagi sejak adanya perselisihan di antara kita kemaren karena salah paham.
Gue di kota ini sendiri banget. Di saat semua orang udah pulang ke kampung halaman masing-masing. Uang juga nggak punya dan harus makan pakai uang hasil pinjaman. Hidup dengan rasa kekecewaan. Hampir tiap jam gue nangis. Dan kesehatan gue di kota ini memburuk dan nggak ada yang merawat. Udah sering orang tua nelpon tapi nggak pernah gue angkat. Gue malu dan takut mereka jadi khawatir. Gue emang udah pesen ke kembaran gue buat jangan katakan apa pun tentang gue. Gue cuman pesen tolong katakan bahwa tugas kuliah gue banyak dan belum kelar. Gue mengalami depresi yang memuncak, serius.
Tetapi suatu ketika. Di saat gue pulang sehabis beli makan di luar, ternyata orang tua gue udah berdiri di depan kos gue. Nyokap gue nangis nggak karuan. Gue jadi kebawa perasaan. Perasaan gue saat itu sedih campur bahagia. Mereka sengaja datang buat jemput gue pulang. Padahal gue saat itu emang bingung banget karena nggak punya duit buat pulang ke rumah. Dan punya komitmen jangan minta lagi ke orang tua.
Di rumah, gue jadi disayang banget. Meskipun hidup dengan paket ekonomis sebagai hukuman ke gue. Baru kali ini gue merasakan lebaran tanpa baju baru dan piknik bareng temen-temen yang menurut gue ini justru sesuatu yang baru banget. Gue jadi lebih fokus buat menikmati kesucian bulan Ramadhan ini dan kumpul terus sama keluarga. Coba kalau gue punya duit pasti kerjaan gue kluyuran terus bareng temen-temen gue. Gue juga lebih tahu tentang hakikat hari raya sebenarnya yang menurut gue selama ini orang-orang lebih fokus pada barang-barang yang baru. Tidak untuk salin bebenah diri. Baru kali ini gue merasakan nikmatnya hari raya sebenarnya. Gue jadi nggak dimarah-marahin sama orang tua seperti yang sudah-sudah. Di situ gue jadi fokus jadi anak yang nurut ke orang tua untuk membalas kebaikan mereka selama ini. Mereka tak penah menyinggung kasus penipuan itu dan dikecewain oleh banyak orang, Dan satu lagi gue jadi semakin deket ke Allah. Karena gue tahu selama ini gue udah lama meninggalkan-Nya. Gue percaya bahwa katanya hanya dengan dekat dengan Allah, masalah gue bisa ilang apalagi hanya berupa masalah pikiran. Satu sampai dua hari sih gue masih sering murung dan nangis. Tetapi lama-kelamaan gue udah melupakan kejadian itu. Gue bener-bener hidup bahagia tanpa masalah dan bersama mereka keluargaku yang sangat tulus mencintaiku. 
Sejak kejadian itu gue belajar banyak hal. Gue jadi tahu siapa saja orang-orang yang bener sayang sama gue dan berteman, baik suka maupun duka. Bapak, ibu, dan temen kecil gue. Gue jadi terharu dan merasa bersalah bahwa ternyata keputusan gue tertutup ke orang tua justru membuat mereka khawatir. Bahkan kata kembaran gue. Nyokap gue nangisnya deras banget waktu mendengar cerita tentang hidup gue di perantauan. Gue jadi tahu kokohnya persahabatan dan keterbukaan sesama. Selama ini masalah yang dipendam lama justru membuat tersiksa dan jika diceritakan justru malah akan menambah kekompokan keluarga dan persahabatan.  Gue jadi tahu besarnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Ternyata gue udah punya keluarga yang begitu sayang ke gue. Dan satu hal yang kalian tahu dari pengalam hidup gue. Nggak punya uang itu nggak lebih menderita daripada nggak punya teman, sahabat, atau keluarga. Gue jadi tahu bagaimana nikmatnya hidup sederhana. Mensyukuri yang ada dan bukan srakah berusaha mendapatkan yang lebih. Terimakasih Ya Allah telah engkau berikan cobaan ini. Terimakasih juga buat hari raya ini.
Okay sekian yang dapat gue share. Emang ceritanya ngebosenin banget dan pas banget buat diceritain ke Pintu Hidayah. Tetapi ini riil dari pengalaman gue dan tanpa rekayasa. Semoga bisa menjadi pelajaran buat kalian untuk selalu mensyukuri yang ada. Walau pun harus hidup sederhana tetapi jika dilakukan secara ikhlas pastinya barokah. Jangan lupa bahagia karena bahagia kita yang buat.

Okay terimakasih. Mohon maaf jika jelek. Kritik dan saran bisa di kolom komentar ya. Semoga bermanfaat. Jangan lupa bahagia.

Tidak ada komentar: