Minggu, 06 September 2015

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A.Pengertian Teori Humanisme
Teori belajar Humanisme memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuan.Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu.Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bahkan bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.Menurut teori belajar humanisme, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar. Dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuiknya yang paling ideal. Dengan kata lain teoti ini lebih tertarik pad aide belajar dalam bentukny yang paling ideal daripada belajar apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk “memanusiakan manusia” mencapai aktualisasi diri dan sebagainya dapat tercapai.
Perhatian psikologi humanistikyang terutama tertuju pada masalah bagaimanatiap-tiap inividu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribasi nereka yang mereka hubungkan dengan pengalaman-pengalaman mereka sendiri.Menurut para pendidik aliran mumanustik, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.Tujuan utama pada pendidikan adalah membantu anak untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu unytuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam merealisasikan / mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.Dalam menyoroti masalah perilaku, para ahli psikologi behaviorist dan humanistik mempunyai pandangan yang berbeda. Para behaviorist memandang orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responnya terhadap lingkungan; pengalaman mas lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebliknya, para humanist mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri, mereka bebas memilih kualitas hidup mereka dan tak terikat pada lingkungannya.
Pendekatan humanisme diikhtisarkan sbb;
· Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka.
· Pendidik aliran humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam pengmbangan anak-anak, perbedaan-perbedaan individual.



B.  Pandangan Abraham Maslow.
Abraham Moslow adalah tokoh gerakan Humanistik di Amerika.Walaupun dia memperoleh pendidikan itu di kalangan Behavioristik, Maslow mampu mengembangkan pandangan yang komprehensif tentang prilaku manusia.Kontribusi yang diberikan Maslow adalah motivasi, aktualisasi diri, dan pengalaman puncak yang memiliki dampak terhadap kegiatan belajar.
Maslow menyampaikan teori motivasi manusia berdasarkan pada hierarki kebutuhan. Kebutuhan pada tingkat paling rendah adalah kebutuhan fisik (physiological needs), seperti rasa lapar dan haus, dan harus di penuhi sebelum individu dapat memenuhi kebutuhan akan rasa aman (safety neeeds). Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan yang menjadi milik dan dicintai (sense of belongingness and love), kemudian kebutuhan penghargaan (esteem needs), yakni merasa bermanfaat dan hidupnya berharga, dan akhirnya kebutuhan aktualisasi diri itu termanifestasi di dalam keinginan untuk memenuhi sendiri (self-fullfilment), untuk menjadikan diri sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Penelitian Maslow tentang orang-orang terkenal, seperti Lincoln dan bethovens, telah mengarahkan perhatiannya dalam mengidentifikasi 15 karakteristik kepribadian dasar bagi orang-orng yang beraktualisasi diri. Pandangan yang menarik dari maslow setelah melakukan penelitian itu adalah bahwa aktualiasi diri hanya mungkin di capai oleh oang-orang yang sudah dewasa.
Penekanan Maslow tentang akumulasi pengalaman bukan saja memaknai individu sebagai individu, melainkan pengamatan itu juga dapat digunakan sebagai sumber daya dalam kegiatan belajar.Konsep diri peserta didik, yakni individu yang lebih mandiri diperoleh karena telah memiliki banyak pengalaman, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membantu peserta didik dalam menuju padapengarahan diri (self direction) atau aktualisasi diri (self actualization). Individu yang berkualitas diri menampilkan karakteristik sebagai berikut :
a.   Berorientasi secara realistic
b.  Menerima diri sendiri, orang lain dan dunia alamiah, sebagaimana adanya.
c.   Bersifat spontan dalam berpikir, beremosi, dan berprilaku.
d.  Terpusat pada masalah (problem centered) dan bukan terpusat pada diri sendiri (self centered).
e.   Meiliki kebutuhan privasi dan berupaya memperolehnya, jika memiliki kesempatan, serta memerlukan waktu berkonsentrasi untuk memperoleh sesuatu yang menarik bagi dirinya.
f.    Bersifat otonomi, independen, dan mampu mempertahankan kebenaran ketika menghadapi perlawanan.
g.   Kadang-kadang memiliki pengalaman mistik yang tidak berkaitan dengan pengalaman keagamaan.
h.  Merasa sama dengan manusia secara keseluruhan berkenaan bukan saja dengan keluarga, melainkan juga kesejahteraan dunia secara keseluruhan.
i.     Memiliki hubungan dekatdan secara emosional dengan orang-orang yang dicintai.
j.     Memiliki struktur karakter demokratis berkenaan dengan penilaian individu dan mampu bersahabat bukan didasarkan pada ras, status, agama.
k.  Meiliki etika yang berkembang terus
l.     Memiliki selea humor tinggi
m.              Meiliki selera kreativitas tinggi.
n.  Menolak keseragaman kebudayaan.
Dalam pandangan Maslow, tujuan pendidikan adalah aktualisasi diri, atau membantu individu menjadi yang terbaik sehingga mereka mampu menjadi yang terbaik.Pendidik hendaknya menjadikan kegiatan belajar itu berasal dari dalam diri individu, yakni, belajar pada diri manusia pada umumnya, dan kedua belajar menjadi manusia tertentu. Proses pendidikan hendaknya memberikan pengalaman puncak agar terjadi belajar dan pemahaman.Tujuan pendidikan di semua jenjang hendaknya bersifat menemukan identitas dan kecakapan, menemukan identitas diri berarti menemukan karir diri sendiri.
Maslow disebut sebagai bapak spiritual psikologi humanistic I Amerika, juga bertanggung jawab menyampaikan pandangan manusia sebagai peserta didik aktualisasi diri (self-actualizing learner). Pandangan yang sama juga di sampaikan oleh Carl Rodgers yang menyatakan orang yang berfungsi secara penuh (fully functioning person).

C.Pandangan Karl Rodgers.
Carl Roger merupakan tokoh Teori Kepribadian Humanistik, Ia Lahir di Illinois (1902 – 1988) Ia adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang menekankan perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan, dan latihan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang sehat. sejak kecil Ia menerima penanaman yang ketat mengenai kerja keras dan nilai agama Protestan. Kelak kedua hal ini mewarnai teori-teorinya. Setelah mempelajari teologi, ia masuk Teacher’s College di Columbia Uni, dimana banyak tokoh psikologi mengajar. Di Columbia Uni ia meraih gelar Ph.D.Rogers bekerja sebagai psikoterapis dan dari profesinya inilah ia mengembangkan teori Humanistiknya. Dalam konteks terapi, ia menemukan dan mengembangkan teknik terapi yang dikenal sebagai Client-centered Therapy.
Roger mengajukan dua konstruk pokok dalam teorinya, yaitu Organisme dan Self :
1) Organisme
Organisme yaitu makhluk fisik (physical Creature) dengan semua fungsi-fungsinya, baik fisik maupun psikis, organisme ini merupakan locus (tempat) semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri, dan juga di dunia luar (external world). Totalitas pengalaman, baik yang disadari maupun tidak, membangun medan fenomenal (phenomenal field).

2) Self
Self merupakan konstruk utama dalam Teori Kepribadian Rogers, yang saat ini dikenal dengan Self Concept (konsep diri), Roger mengartikannya sebagai presepsi tentang karakteristik “I” atau “me” dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan persepsi tersebut. Diartikan juga sebagai keyakinan “keyakinan tentang kenyataan, keunikan dan kualitas tingkah laku diri sendiri”.Konsep diri merupakan gambaran mental tentang diri sendiri, seperti “Saya cantik” dan “Saya seorang pelajar yang rajin”.
Hubungan antara self concept dengan organisme (actual experience) terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu “Congruance” atau “Incongruance”.Kedua kemungkinan hubungan ini menentukan perkembangan kematangan penyesuaian (adjustment) dan kesehatan mental (mental health) seseorang.
Sebagaimana ahli Humanistik umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia.Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.

D.Prinsip-prinsip Belajar.
Ada beberapa asumsi yang mendasari pendekatan humanistic dalam pendidikan, pertama, peserta didik mempelajari apa yang mereka butuhkan dan ingin diketahui. Kedua, belajar tentang cara-cara belajar adalah lebih penting dibandingkan dengan memperoleh pengetahuan actual.Ketiga, evaluasi yang di lakukan oleh peserta didik sendiri adalah sangat bermanfaat dari pekerjaanya. Keempat, perasaan adalah sama pentingnya dengan fakta, dan belajar merasakan adalah sama pentingnya dengan belajar cara-cara berpikir. Kelima, belajar akan terjadi apabila peserta didik tidak merasakan adanya ancaman.
1.  Swa Arah (Self-Direction)
Prinsip Swa arah menyatakan bahwa sekolah hendaknya memberikan kesempatan kepada pesertadidik untuk memutuskan bahan belajar yang ingin di pelajari.Bahan belajar yang ingin dipelajari peserta didik adalah memenuhi kebutuhan keinginan, hasrat ingin tahu, dan fantasinya.Prinsip ini lebih mementingkan pada motivasi intrinsic, dorongan dari dalam untuk bereksplorasi, dan hasrat ingin tahu yang timbul dari diri sendiri.
Tugas fasilitator di dalam mengarahkan peserta didik menjadi  pembelajar swa-arah adalah sebagai berikut :
a.   Mendorong peserta didik untuk memenuhi kompetensi baru.
b.  Membantu memperjelas aspirasinya guna meningkatkan kompetensinya.
c.   Membantu mendiagnosis kesenjangan antara aspirasi dengan kinerjanya sekarang.
d.  Membantu mengidentifikasi masalah-masalah kehidupan yang mereka alami.
e.   Dan melibatkan peserta didik dalam proses merumuskan tujuan belajar dengan mempertimbangkan kebutuhan pesera didik yang telah didiagnosis.

2.  Belajar tentang Cara-cara Belajar (Learning how to learn)
Prinsip kedua dalam pendekatan Humanistik adalah bahwa sekolah hendaknya menghasilkan anak-anak yang secara terus-menerus menumbuhkan keinginannya untuk belajar dan mengetahui cara-cara belajar. Pengetahuan yang diperoleh anak dari orang lain adalah kurang berharga. Bagi anak-anak, apa yang dipelajari tidak membuat kenyataan itu berbeda, selama anak-anak itu ingin mempelajari. Tugas sekolah adalah membuat anak ingin belajar dengan tujuan yang eksplisit.
Tugas fasilitator di dalam membantu peserta didik mengetahui  cara-cara belajar adalah sebagai berikut :
a.   Memotivasi peserta didik mempelajari tugas-tugas belajar yang telah di rancang bersama.
b.  Membantu merancang pengalaman belajar, memilih bahan belajar, dan metode belajar, dan melibatkan peserta didik dalam pembuatan keputusan bersama.

3.  Evaluasi Diri
peserta didik. Evaluasi diri merupakan prasyarat bagi perkembangan kemandirian peserta didik.Evaluasi yang di lakukan oleh sekolah atau pendidik yang diakhiri dengan kenaikan kelas dan kelulusan dipandang sebagai tindakan yang mengganggu aktivitas belajar peserta didik.Demikian pula nstrumen evaluasi yang diwujudkan dalam bentuk tes objektif yang memiliki karakteristik jawaban yang benar adalah satu.Ujian yang mensyaratkan peserta didik tidak boleh membuka buku atau catatan dalam bentuk apapun juga tidak disukai oleh pendekatan humanistic.Alasannya adalah apabila tujuan itu digunakan untuk membalikkan ataubimbingan belajar kepada peserta didik atau perbaikan pembelajaran yang diperlukan oleh pendidik, maka buku atau catatan harus boleh dibuka oleh peserta didik pada waktu mengerjakan soal ujian. Peserta idik tidak dievaluasi dengan cara membandingkan dengan peserta didik lain atau dengan standar yang ditetapkan oleh pendidik, melainkan sebaliknya di evaluasi dengan menggunakan standar peserta didik itu sendiri, dan tanpa ada grading.
 Tugas fasilitator di dalam kegiatan evaluasi diri pada peserta didik  adalah sebagai berikut :
a.   Melibatkan peserta didik dalam mengembangkan kriteria kinerja, dan metode dalam mengukur kemajuan tujuan belajarnya.
b.  Membantu mengembangkan dan menerapkan prosedur evaluasi kemajuan belajar.

4.  Pentingnya Perasaan (Important Feelings)
Pendekatan Humanistik tidak membedakan domain kognitif dan afektif dalam belajar; dalam arti kedua domain itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.Dalam praktik pembelajaran ada kecenderungan pendidik lebih terkonsentrasi pada domain kognitif dan melupakan domain afektif.Dalam pandangan humanistic, domain afektif adalah samam pentingnya dengan domain kognitif, sehingga keduanya tidak boleh dipisahkan.
Tuga fasilitator dalam mengembangkan perasaan positif peserta didik terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut :
a.   Membantu peserta didik menggunakan pengalamannya sendiri sebagai sumber belajar dengan menggunakan teknik seperti diskusi,permainan peran, studi kasus, dan sejenisnya.
b.  Menyampaikan isis pembelajaran berdasarkan sumber-sumber belajar yang sesuai dengan tingkatpengalaman peserta didik.
c.   Membantu menerapkan hasil belajar ke dalam dunia nyata( transfer of learning). Hal ini akan membuat belajar lebih bermakna dan terpadu.

5.  Bebas dari Ancaman (freedom of threat)
Belajar akan lebih mudah, lebih bermakna, dan lebih diperkuat apabila belajar itu terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman. Pendidikan yang berlangsung selama ini di pandang oleh para pakar humanistic sebagai tempat yang tidak menghargai peserta didik, menjijikan, membuat malu peserta didik.Persoalan utamanya adalah peserta didik selalu dikendalikan dan dievaluasi oleh sekolah dan pendidik, mereka tidak memiliki pilihan untuk memilih bahan belajar, dan tidak ada kesempatan memilih kegiatan belajar dengangaya belajarnya sendiri. Berbagai persoalan itu akan memjadi ancaman pembelajar yang pada gilirannya akan mengganggu belajarnya.
Tugas fasilitator dalam menciptakan iklim blajar yang bebas dari ancaman adalah sebagai berikut:
a.   Menciptakan kondisi fisik yang menyenangkan, seperti tempat duduk, ventilasi, lampu, dan kondusif untuk terciptanya interaksi antar peserta didik.
b.  Memandang bahwa setiap peserta didik merupakan pribadi yang bermanfaat, dan menghormati perasaaan dan gagasan-gagasannya.

c.   Membangun hubungan saling membantu antar peserta didik dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang bersifat kooperatif dan mencegah adanya persaingan dan saling memberikan penilaian


Tidak ada komentar: