HATI INGIN
APA YANG DIA INGIN
Betapa senangnya hati ini, setelah
usahaku menanti kepulangan mereka dari benua biru sudah berhasil. Segala macam
pernak-pernik tentang Eropa, mereka tenteng untuk anaknya yang sudah rela
ditinggal sepuluh hari melancong. Ada sepatu Italy yang pasti berharga mahal
dan terbuat dari kulit asli. Sebenarnya aku tak minta lebih, aku hanya ingin
cerita mereka tentang hari-harinya di Eropa sana. Mereka baru saja pulang dari
pernikahan sahabatnya di Belanda. Sangat senang hati papa dan mamaku karena
ikut merasakan betapa bahagianya hati sahabatnya yang menikah itu. Bagaimana
tidak, usianya yang sudah tua dan sudah selayaknya punya cucu itu baru saja
menikah dengan kekasihnya. Terlebih keinginannya untuk menikah dengan orang
yang pantas dan sesuai hatinya baru saja ia wujudkan.
Mamaku dulu adalah seorang gadis
yang cantik dan selalu dilirik para ibu-ibu yang punya perjaka di rumahnya
untuk dijadikan menantunya. Terbukti kecantikannya ikut menurun kepadaku
meskipun hidung pesek di papaku ada padaku sehingga itulah yang membuatku tak
secantik ibuku. Tapi aku masih beruntung karena kulit hitam, rambut keriting,
dan wajah jelek serta tubuh gendut dan pendek papaku tidak jatuh dan hinggap
kepadaku.
Selain cantik, mamaku tipe wanita
cerdas dan dia adalah calon pewaris harta orang tuanya yang tak mungkin habis
untuk hidupi generasinya hingga tujuh turunan. Jadi lelaki mana yang tak jatuh
hati terhadapnya bahkan orang tua yang tak diminta menjadikan dia sebagai
menantu saja langsung berkenan meminangnya. Itu sangat berbeda dengan papaku
yang penuh dengan segala kekurangannya. Wajahnya yang selalu menjadi hinaan
teman-temannya tak begitu mamaku permasalahkan. Hidupnya yang bukan dari orang
berada pun membuat mamaku pasrah dan masih saja ingin hidu bersamanya. Sikap
papaku yang selalu membuat mamaku untuk tertawa sudah cukup ia terima. Baginya
hidup dengan atmosfir yang selalu menggelikan akan lebih indah dibanding hidup
dengan bergelimangnya harta atau bersanding dengan pria yang tampan.
Ibu dari mamaku tak begitu saja diam
diri anaknya akan bersanding dengan seseorang yang penuh dengan kelemahannya.
Terus saja ia berusaha mencari cara agar anaknya menjadi lupa akan kekasihnya
dan mencarikan pria lain yang jauh lebih sempurna. Namun hati tahu apa yang ia
ingin. Dengan mudahnya dan tak perlu pikir panjang, mamaku menolak mereka yang
lebih pintar, kaya, dan tampan dari papaku hingga membuat mereka semua patah
hati. Bagi mamaku itu hanya kebahagiaan sesaat dan bukanlah suatu kebahagiaan
yang selama ini ia cari.
Entah apa yang papaku perbuat
untuknya. Lawakannya yang sesungguhnya ia curi dari ide-ide pelawak di televisi
masih saja membuatnya lelah untuk tertawa. Hingga datang seorang pria yang
pernah mewarnai kisah cinta mamaku di masa mudanya. Seorang mantan kekasih yang
sangat jauh tingkat levelnya dibanding papaku. Laki-laki ini jauh lebih kaya,
lebih tampan, lebih cerdas, lebih sayang serta lebih perhatian dibanding papaku
yang memang mempunayi tabiat agak tak peka dengan hati seorang wanita.
Laki-laki bernama Elang yang untuk menghapus nama di hatinya saja mamaku merasa
kesulitan. Mereka terpisah dan harus mengakhiri kisah cinta mereka semenjak
Elang memilih pergi dari Indonesia untuk melanjutkan studinya ke negeri kincir
angin sana.
Mamaku semakin gundah gelisah jika
harus menimbang besar cintanya terhadap kekasihnya yang dulu dengan kekasihnya
sekarang. Namun Elang adalah masa lalu yang sebenarnya adalah cinta pertama
yang sulit dilupakan. Tapi sangatlah besar pengorbanannya untuk dapatkan hati
seorang Elang yang dulunya adalah objek perebutan para gadis. Lain dengan
pengorbanannya ketika harus mendapatkan hati si Edi yang sangatlah tak berarti
karena memang Edi yang harus bersusah payah mengejar hati mamaku.
Hatinya semakin tak karuan begitu
tahu bahwa mantan kekasihnya itu pulang hanya untuk menjemputnya dan
melanjutkan kisah cintanya yang dulu telah hilang. Berat hatinya harus
memutuskan terlebih Edi sudah terlanjur putus asa dan menyerah untuk berjuang
mendapatkan hati seorang Violin. Nenekku sangat bersikeras menjadikan Elang
seorang pendamping bagi puterinya dan bahkan kedua otang tua mereka sudah
berjanji untuk menjodohkan putra dan putri mereka masing-masing.
Sikap Elang masih sama yang dulu di
masa ketika mereka masih bersama. Edi semakin tak punya nyali dan semakin hari
ia semakin menjauh dari Violin. Seakan rela akan kepergian Violin dan menerima
kalau gadis yang ia cintai menjadi milik orang lain. Violin yang telah lama
dihimpit dalam masa kebimbangan sudah saja tak pikir panjang untuknya kembali
ke mantan kekasihnya dulu. Ia akan hidup bahagia dengan perhiasan yang selalu
menempel untuk hiasan kecantikannya. Ia akan dimanjakan dengan segala
barang-barang mewah dan bahkan seisi mall bisa saja ia miliki jika dia mau.
Hari berganti hari ia lalui bersama
Elang yang ternyata masih saja membuatnya bahagia. Tak ada lagi nama Edi dalam
benaknya. Jika saja ia pergi dengan pamit mungkin hatinya tak sebenci ini.
Namun karena ini sudah jadi keputusan Edi Suratman ya biarlah takdir yang memutuskan.
Hingga di saat acara makan malam antara keluarga besar Elang dengan keluarga
besar Violin. Sikap Elang memang tak pernah berubah yang selalu baik dengan
semua orang. Bahkan lebih baik dari pada dia yang dulu. Ia semakin ramah dan
semakin rendah hati kepada siapa saja yang ia temui. Juga untuk mas-mas pelayan
yang mengantarkan makanan ke meja besar tempat keluarga ini makan. Makanan
tumpah di atas meja karena keteledoran pelayan ini, mau saja Elang bersihkan
dengan sikap keramahannya dan masih terukir senyum di bibirnya terhadap pelayan
ini. Seperti tak ada rasa jijik atau marah dalam benaknya yang mamaku saja
sudah kesal dibuat pelayan itu. Bahkan mata Elang yang terus saja memandang
kepergian pelayan itu berjalan mengibaratkan seperti pertemuan dengan kawan
lama atau adik laki-laki yang telah lama hilang. Itulah yang membuat Violin
semakin terpesona.
Violin terdiam di dalam keramaian
canda dan tawa dua keluarga ini. Ini yang bukan dia mau. Memang sangat bodoh
baginya memilih Edi yang jauh ketinggalan segalanya dibanding Elang yang lebih
sempurna dibandingnya. Namun bukan dia yang dia mau karena hatinya bicara lain.
ia termenung dan tak sengaja dilihat Elang yang ternyata sedari tadi ia
perhatikan mamaku dengan masih usia mudanya.
“Violin, kamu kenapa?” Tanya Elang
penasaran.
“Nggak papa kok.” Bohong Violin
terhadap Elang.
“Ayo kita ke kolam sana! Kolamnya
bagus.” Pinta Elang dengan logatnya yang masih terlihat Belanda.
“Ayo Ed!” Jawab Violin yang ternyata
salah ia menyebut sebuah nama. “Maaf. Ayo Lang!” Jawabnya yang sontak membuat
Elang terkejut.
Semua keluarga tertawa dan terpaku
dalam suasana yang romantis pasangan muda Elang dan Violin.
“Hati kamu mau apa sih?”
“Tidak. Aku tidak apa-apa.”
“Sudah kamu jangan berbohong. Lalu
dimana Edi?”
“Mengapa kamu tanyakan dia
kepadaku?”
“Saya tahu isi hati kamu. Kamu hanya
ingin dengan dia. Tak mungkin aku mau hidup dengan orang yang tak mencintaiku.
Kau tak suka denganku tapi hanya suka dengan kemapanan dan ketampananku. Tapi
yang kau suka itu Edi. Iya Edi”
“Iya itu benar tapi aku hanya....”
“Sudahlah. Ibuku itu orangnya egois
dan hanya uang di benaknya. Dia meyukai kamu hanya kecantikanmu dan kekayaan
orang tuamu saja. Aku sudah punya pasangan lain yang mau menerimaku apa adanya
dan sante saja dia jauh lebih kaya darimu. Hehe. Dan kami akan segera menyusul
setelah kau menikah dengan Edi. Mungkin kita akan berjumpa lagi di saat nanti
di acara pernikahanku.”
Itu sangat berat untuk mamaku kala
itu. Harus kehilangan satu orang di antara dua pilihan yang sama besar ia
cintai. Namun kala itu dia masih tak tahu hatinya berpihak ke siapa dan tak
mengerti apa yang hatinya inginkan. Tapi ini sudah jelas jika takdir memang
berkata bahwa seorang Edi lah yang pantas bersanding dengannya. Dia harus
belajar lebih untuk mencintai seseorang sehingga 50% cintanya akan ia ubah
menjadi 100%, sebuah cinta yang sempurna.
Bagaikan rezeki nomplok yang telah
papaku dapatkan. Seorang gadis cantik bak bidadari dengan kecerdasan dan
kekayaannya mau saja menikahinya. Nenekku yang kala itu sudah tahu betapa besar
keinginannya untuk menikahi seorang Edi begitu saja mengalah dan merestui hubungan
mereka. Bagaikan kopi dan susu atau angka sepuluh saat pesta pernikahannya.
Semua hadirin tertawa, berbisik begitu melihat pasangan pengantin ini. Tapi aku
tak tahu, jika dua orang ini tak jadi menikah mungkin akan tak ada aku di dalam
dunia ini.
“Maaf aku harus mengingkari janjiku
untuk segera menyusul pernikahan kalian. Pasti anak kalian sudah berumur 19
tahun bukan?” tanya laki-laki ini terhadap papa dan mamaku.
“Tak apa-apa lagi pula kami berdua
sebagai sahabat sudah merasa sangat senang melihat sahabat kami bahagia.” Tegur
papaku terhadap pria ini.”
“Seharusnya sudah jaman dulu aku
menikah. Tapi ibuku tak suka dengan calon pengantinku ini. Kalian beruntung ibu
kalian langsung saja merestui hubungan kalian. Tidak untukku yang harus
berjuang 20 tahun dulu untuk peroleh
restunya.” Jelasnya terhadap mama dan papaku.
“Kami
bangga terhadap sahabat macammu. Berjuang demi cintanya. Wow so sweet sekali
rupanya.” Seru mamaku terhadap pria ini.
“Terimakasih
juga tiketnya lhoh. Jarang-jarang kami bisa terbang ke Belanda seperti ini.”
Ungkap papaku terhadapnya.
“Iya
jangan dipikirkan. Aku minta maaf ke kalian karena keegoisanku harus merusak
hubungan kalian dulu. Sebenarnya dulu aku tak benar-benar ingin dijodohkan
dengan kamu Violin. Aku hanya kasian saja dengan ibuku yang benar-benar tak
ingin aku menikah dengan kekasihku. Sikapnya mengancam dan sangat dramatis
menurutku. Selalu saja dia mencoba bunuh diri saat kutolak keinginannya untuk
menikah denganmu Violin. Sebenarnya tak harus denganmu juga sih, hanya yang
terpenting bukanlah dengan dia, kekasihku yang saat ini sudah menikah denganku.
Kebetulan saat itu aku sedang ada masalah dengannya makanya kau saja yang
menjadi pelarianku. Hehe. Sekali lagi aku minta maaf.” Serunya terhadap mama
dan papaku.
“Sudah
jangan kau ungkit. Lalu dimana istrimu?” Tanya papaku penasaran.
“Ini
di sampingku. Sangat serasi bukan denganku? Belanda tulen dan ia lah seseorang
yang selama ini aku cintai sejak kujejakkan kakiku di negeri kincir ini.” Ungkap
pria ini dengan merangkul seseorang di sampingnya.
Sontak
hati mama dan papaku terkagum dan tercengang dibuatnya. Memang benar hati
selalu ingin apa yang dia ingin. Andai saja dulu mamaku tetap memilih pria ini
mungkin saja tak akan ada yang namanya kebahagiaan. Seorang Violin memang bukan
sama sekali gadis yang ia cintai. Sepertinya ini yang membuat orang tua Elang
tak juga merestui hubungannya dengan orang yang ia nikahi dan seperti dunia
luar telah merubah mantan kekasih mamaku sehingga membuat lupa akan kodratnya.
Ia lebih mencintai seorang yang sangat berbeda dengan mamaku. Ia mencintai
sesama lelaki rupanya. Biarkan seseorang memilih jalan hidupnya termasuk Om
Elang. Orang lain memandang miris namun bisa saja itu yang membuatnya bahagia.
Aku masih tertawa tak
henti-hentinya. Ibuku pernah dibuat melayang hatinya oleh seorang manusia homo.
Tapi di sini aku tahu bahwa hati seseorang siapa yang tahu dan hanya pemiliknya
lah yang tahu apa yang hatinya ingin.
TAMAT
Tag = #CerpenCinta #CerpenNasihat #CerpenRemaja
#CerpenPerjuangan #CerpenBahasaindonesia #CerpenKeluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar