Jumat, 06 Maret 2015

Cerpen Percintaan : Hati Ingin Apa yang Dia Ingin

HATI INGIN APA YANG DIA INGIN
            Betapa senangnya hati ini, setelah usahaku menanti kepulangan mereka dari benua biru sudah berhasil. Segala macam pernak-pernik tentang Eropa, mereka tenteng untuk anaknya yang sudah rela ditinggal sepuluh hari melancong. Ada sepatu Italy yang pasti berharga mahal dan terbuat dari kulit asli. Sebenarnya aku tak minta lebih, aku hanya ingin cerita mereka tentang hari-harinya di Eropa sana. Mereka baru saja pulang dari pernikahan sahabatnya di Belanda. Sangat senang hati papa dan mamaku karena ikut merasakan betapa bahagianya hati sahabatnya yang menikah itu. Bagaimana tidak, usianya yang sudah tua dan sudah selayaknya punya cucu itu baru saja menikah dengan kekasihnya. Terlebih keinginannya untuk menikah dengan orang yang pantas dan sesuai hatinya baru saja ia wujudkan.

            Mamaku dulu adalah seorang gadis yang cantik dan selalu dilirik para ibu-ibu yang punya perjaka di rumahnya untuk dijadikan menantunya. Terbukti kecantikannya ikut menurun kepadaku meskipun hidung pesek di papaku ada padaku sehingga itulah yang membuatku tak secantik ibuku. Tapi aku masih beruntung karena kulit hitam, rambut keriting, dan wajah jelek serta tubuh gendut dan pendek papaku tidak jatuh dan hinggap kepadaku.
            Selain cantik, mamaku tipe wanita cerdas dan dia adalah calon pewaris harta orang tuanya yang tak mungkin habis untuk hidupi generasinya hingga tujuh turunan. Jadi lelaki mana yang tak jatuh hati terhadapnya bahkan orang tua yang tak diminta menjadikan dia sebagai menantu saja langsung berkenan meminangnya. Itu sangat berbeda dengan papaku yang penuh dengan segala kekurangannya. Wajahnya yang selalu menjadi hinaan teman-temannya tak begitu mamaku permasalahkan. Hidupnya yang bukan dari orang berada pun membuat mamaku pasrah dan masih saja ingin hidu bersamanya. Sikap papaku yang selalu membuat mamaku untuk tertawa sudah cukup ia terima. Baginya hidup dengan atmosfir yang selalu menggelikan akan lebih indah dibanding hidup dengan bergelimangnya harta atau bersanding dengan pria yang tampan.
            Ibu dari mamaku tak begitu saja diam diri anaknya akan bersanding dengan seseorang yang penuh dengan kelemahannya. Terus saja ia berusaha mencari cara agar anaknya menjadi lupa akan kekasihnya dan mencarikan pria lain yang jauh lebih sempurna. Namun hati tahu apa yang ia ingin. Dengan mudahnya dan tak perlu pikir panjang, mamaku menolak mereka yang lebih pintar, kaya, dan tampan dari papaku hingga membuat mereka semua patah hati. Bagi mamaku itu hanya kebahagiaan sesaat dan bukanlah suatu kebahagiaan yang selama ini ia cari.
            Entah apa yang papaku perbuat untuknya. Lawakannya yang sesungguhnya ia curi dari ide-ide pelawak di televisi masih saja membuatnya lelah untuk tertawa. Hingga datang seorang pria yang pernah mewarnai kisah cinta mamaku di masa mudanya. Seorang mantan kekasih yang sangat jauh tingkat levelnya dibanding papaku. Laki-laki ini jauh lebih kaya, lebih tampan, lebih cerdas, lebih sayang serta lebih perhatian dibanding papaku yang memang mempunayi tabiat agak tak peka dengan hati seorang wanita. Laki-laki bernama Elang yang untuk menghapus nama di hatinya saja mamaku merasa kesulitan. Mereka terpisah dan harus mengakhiri kisah cinta mereka semenjak Elang memilih pergi dari Indonesia untuk melanjutkan studinya ke negeri kincir angin sana.
            Mamaku semakin gundah gelisah jika harus menimbang besar cintanya terhadap kekasihnya yang dulu dengan kekasihnya sekarang. Namun Elang adalah masa lalu yang sebenarnya adalah cinta pertama yang sulit dilupakan. Tapi sangatlah besar pengorbanannya untuk dapatkan hati seorang Elang yang dulunya adalah objek perebutan para gadis. Lain dengan pengorbanannya ketika harus mendapatkan hati si Edi yang sangatlah tak berarti karena memang Edi yang harus bersusah payah mengejar hati mamaku.
            Hatinya semakin tak karuan begitu tahu bahwa mantan kekasihnya itu pulang hanya untuk menjemputnya dan melanjutkan kisah cintanya yang dulu telah hilang. Berat hatinya harus memutuskan terlebih Edi sudah terlanjur putus asa dan menyerah untuk berjuang mendapatkan hati seorang Violin. Nenekku sangat bersikeras menjadikan Elang seorang pendamping bagi puterinya dan bahkan kedua otang tua mereka sudah berjanji untuk menjodohkan putra dan putri mereka masing-masing.
            Sikap Elang masih sama yang dulu di masa ketika mereka masih bersama. Edi semakin tak punya nyali dan semakin hari ia semakin menjauh dari Violin. Seakan rela akan kepergian Violin dan menerima kalau gadis yang ia cintai menjadi milik orang lain. Violin yang telah lama dihimpit dalam masa kebimbangan sudah saja tak pikir panjang untuknya kembali ke mantan kekasihnya dulu. Ia akan hidup bahagia dengan perhiasan yang selalu menempel untuk hiasan kecantikannya. Ia akan dimanjakan dengan segala barang-barang mewah dan bahkan seisi mall bisa saja ia miliki jika dia mau.
            Hari berganti hari ia lalui bersama Elang yang ternyata masih saja membuatnya bahagia. Tak ada lagi nama Edi dalam benaknya. Jika saja ia pergi dengan pamit mungkin hatinya tak sebenci ini. Namun karena ini sudah jadi keputusan Edi Suratman ya biarlah takdir yang memutuskan. Hingga di saat acara makan malam antara keluarga besar Elang dengan keluarga besar Violin. Sikap Elang memang tak pernah berubah yang selalu baik dengan semua orang. Bahkan lebih baik dari pada dia yang dulu. Ia semakin ramah dan semakin rendah hati kepada siapa saja yang ia temui. Juga untuk mas-mas pelayan yang mengantarkan makanan ke meja besar tempat keluarga ini makan. Makanan tumpah di atas meja karena keteledoran pelayan ini, mau saja Elang bersihkan dengan sikap keramahannya dan masih terukir senyum di bibirnya terhadap pelayan ini. Seperti tak ada rasa jijik atau marah dalam benaknya yang mamaku saja sudah kesal dibuat pelayan itu. Bahkan mata Elang yang terus saja memandang kepergian pelayan itu berjalan mengibaratkan seperti pertemuan dengan kawan lama atau adik laki-laki yang telah lama hilang. Itulah yang membuat Violin semakin terpesona.
            Violin terdiam di dalam keramaian canda dan tawa dua keluarga ini. Ini yang bukan dia mau. Memang sangat bodoh baginya memilih Edi yang jauh ketinggalan segalanya dibanding Elang yang lebih sempurna dibandingnya. Namun bukan dia yang dia mau karena hatinya bicara lain. ia termenung dan tak sengaja dilihat Elang yang ternyata sedari tadi ia perhatikan mamaku dengan masih usia mudanya.
            “Violin, kamu kenapa?” Tanya Elang penasaran.
            “Nggak papa kok.” Bohong Violin terhadap Elang.
            “Ayo kita ke kolam sana! Kolamnya bagus.” Pinta Elang dengan logatnya yang masih terlihat Belanda.
            “Ayo Ed!” Jawab Violin yang ternyata salah ia menyebut sebuah nama. “Maaf. Ayo Lang!” Jawabnya yang sontak membuat Elang terkejut.
            Semua keluarga tertawa dan terpaku dalam suasana yang romantis pasangan muda Elang dan Violin.
            “Hati kamu mau apa sih?”
            “Tidak. Aku tidak apa-apa.”
            “Sudah kamu jangan berbohong. Lalu dimana Edi?”
            “Mengapa kamu tanyakan dia kepadaku?”
            “Saya tahu isi hati kamu. Kamu hanya ingin dengan dia. Tak mungkin aku mau hidup dengan orang yang tak mencintaiku. Kau tak suka denganku tapi hanya suka dengan kemapanan dan ketampananku. Tapi yang kau suka itu Edi. Iya Edi”
            “Iya itu benar tapi aku hanya....”
            “Sudahlah. Ibuku itu orangnya egois dan hanya uang di benaknya. Dia meyukai kamu hanya kecantikanmu dan kekayaan orang tuamu saja. Aku sudah punya pasangan lain yang mau menerimaku apa adanya dan sante saja dia jauh lebih kaya darimu. Hehe. Dan kami akan segera menyusul setelah kau menikah dengan Edi. Mungkin kita akan berjumpa lagi di saat nanti di acara pernikahanku.”
            Itu sangat berat untuk mamaku kala itu. Harus kehilangan satu orang di antara dua pilihan yang sama besar ia cintai. Namun kala itu dia masih tak tahu hatinya berpihak ke siapa dan tak mengerti apa yang hatinya inginkan. Tapi ini sudah jelas jika takdir memang berkata bahwa seorang Edi lah yang pantas bersanding dengannya. Dia harus belajar lebih untuk mencintai seseorang sehingga 50% cintanya akan ia ubah menjadi 100%, sebuah cinta yang sempurna.
            Bagaikan rezeki nomplok yang telah papaku dapatkan. Seorang gadis cantik bak bidadari dengan kecerdasan dan kekayaannya mau saja menikahinya. Nenekku yang kala itu sudah tahu betapa besar keinginannya untuk menikahi seorang Edi begitu saja mengalah dan merestui hubungan mereka. Bagaikan kopi dan susu atau angka sepuluh saat pesta pernikahannya. Semua hadirin tertawa, berbisik begitu melihat pasangan pengantin ini. Tapi aku tak tahu, jika dua orang ini tak jadi menikah mungkin akan tak ada aku di dalam dunia ini.
            “Maaf aku harus mengingkari janjiku untuk segera menyusul pernikahan kalian. Pasti anak kalian sudah berumur 19 tahun bukan?” tanya laki-laki ini terhadap papa dan mamaku.
            “Tak apa-apa lagi pula kami berdua sebagai sahabat sudah merasa sangat senang melihat sahabat kami bahagia.” Tegur papaku terhadap pria ini.”
            “Seharusnya sudah jaman dulu aku menikah. Tapi ibuku tak suka dengan calon pengantinku ini. Kalian beruntung ibu kalian langsung saja merestui hubungan kalian. Tidak untukku yang harus berjuang 20 tahun dulu untuk peroleh restunya.” Jelasnya terhadap mama dan papaku.
            “Kami bangga terhadap sahabat macammu. Berjuang demi cintanya. Wow so sweet sekali rupanya.” Seru mamaku terhadap pria ini.
            “Terimakasih juga tiketnya lhoh. Jarang-jarang kami bisa terbang ke Belanda seperti ini.” Ungkap papaku terhadapnya.
            “Iya jangan dipikirkan. Aku minta maaf ke kalian karena keegoisanku harus merusak hubungan kalian dulu. Sebenarnya dulu aku tak benar-benar ingin dijodohkan dengan kamu Violin. Aku hanya kasian saja dengan ibuku yang benar-benar tak ingin aku menikah dengan kekasihku. Sikapnya mengancam dan sangat dramatis menurutku. Selalu saja dia mencoba bunuh diri saat kutolak keinginannya untuk menikah denganmu Violin. Sebenarnya tak harus denganmu juga sih, hanya yang terpenting bukanlah dengan dia, kekasihku yang saat ini sudah menikah denganku. Kebetulan saat itu aku sedang ada masalah dengannya makanya kau saja yang menjadi pelarianku. Hehe. Sekali lagi aku minta maaf.” Serunya terhadap mama dan papaku.
            “Sudah jangan kau ungkit. Lalu dimana istrimu?” Tanya papaku penasaran.
            “Ini di sampingku. Sangat serasi bukan denganku? Belanda tulen dan ia lah seseorang yang selama ini aku cintai sejak kujejakkan kakiku di negeri kincir ini.” Ungkap pria ini dengan merangkul seseorang di sampingnya.
            Sontak hati mama dan papaku terkagum dan tercengang dibuatnya. Memang benar hati selalu ingin apa yang dia ingin. Andai saja dulu mamaku tetap memilih pria ini mungkin saja tak akan ada yang namanya kebahagiaan. Seorang Violin memang bukan sama sekali gadis yang ia cintai. Sepertinya ini yang membuat orang tua Elang tak juga merestui hubungannya dengan orang yang ia nikahi dan seperti dunia luar telah merubah mantan kekasih mamaku sehingga membuat lupa akan kodratnya. Ia lebih mencintai seorang yang sangat berbeda dengan mamaku. Ia mencintai sesama lelaki rupanya. Biarkan seseorang memilih jalan hidupnya termasuk Om Elang. Orang lain memandang miris namun bisa saja itu yang membuatnya bahagia.
            Aku masih tertawa tak henti-hentinya. Ibuku pernah dibuat melayang hatinya oleh seorang manusia homo. Tapi di sini aku tahu bahwa hati seseorang siapa yang tahu dan hanya pemiliknya lah yang tahu apa yang hatinya ingin.
TAMAT

Tag = #CerpenCinta #CerpenNasihat #CerpenRemaja #CerpenPerjuangan #CerpenBahasaindonesia #CerpenKeluarga

Tidak ada komentar: