Hari ini hari yang sangat buruk. Yang mana keburukan itu tidak
berasal dari atsmofir ataupun nasib tapi karena datang dari akunya sendiri. Aku
tahu tidak ada keburukan yang lebih kecuali dari diri sendiri. Dan musuh terbesar
dalam hidup adalah diri kita sendiri.
Ceritanya, hari ini aku ada panggilan wawancara di luar kota.
Karena aku belum tahu alamat yang pasti, takut nyasar, takut telat, akhirnya
aku memutuskan untuk naik kereta dan dilanjutkan untuk naik ojek online. Pagi
buta aku niat mandi agar tidak ketinggalan kereta karena kereta menuju kota
tersebut berangkat pukul 05.00 pagi sebab itulah aku bangun pukul 03.00. Iya
sengaja lebih awal dua jam karena biasanya kalau dandan aku suka lama dan biar
ada jeda lama sebelum aku berangkat. Semua keluargaku, bapak, ibu, dan adik
ikut bangun pagi agar aku tidak merasa berjuang sendiri. Apalagi ibuku, dia
rela bangun pukul 02.00 sengaja untuk membuat makanan sebagai bekal anaknya
wawancara di luar kota.
Sebenarnya dalam hati sudah tidak karuan apalagi sebenarnya aku
tidak begitu suka kerja di luar kota tapi tahu sendiri sekarang mencari
pekerjaan susah dan terpaksa harus keluar kota. Tiba-tiba adikku bilang kalau
khusus hari ini semua ojek online sedang off karena ada demo dan hal ini
memungkinkan aku akan kesulitan untuk mendapatkan transportasi di sana.
Akhirnya niatku untuk pergi hilang seketika karena malas, takut, dan bisa saja
melakukan sesuatu yang percuma. Raut wajah ibuku yang begitu kecewa mendengarku
berkata “tidak jadi” membuatku agar tetap melanjutkan. Akhirnya adikku berniat
mengantarku menggunakan sepeda motor miliknya.
Waw jarak yang lumayan jauh untuk hanya sekedar wawancara
pekerjaan yang kita tidak tahu akan diterima atau tidak. Akhirnya ayahku masih
tetap menyokongku agar tetap berangkat karena anggap saja jalan-jalan katanya.
Fix kita berangkat pukul 06.00 pagi. Di tengah perjalanan, entah
setan apa yang merasuki tubuhku. Tiba-tiba enggan bagiku melanjutkan perjalanan
ini. Saat itu kebetulan yang di depan ada adikku. Kita naik motor. Ketika
moodku hilang untuk melanjutkan wawancara, aku minta kendali agar aku saja yang
di depan. Adikku menolaknya. Baginya aku yang punya hajatan jadi nggak bagus
kalau aku lelah duluan. Namun, masih saja aku paksa agar aku saja yang di
depan. Akhirnya dia mengalah dan membiarkanku yang di depan.
Sangat pelan aku mengendarai motorku. Hanya 40 km/jam.
Sebenarnya sangat mencemaskan akan tiba di tujuan tepat waktu atau tidak. Tapi itu
memang niatku. Aku ingin terlambat agar aku tidak diterima di tempat kerja tersebut.
Sampai adikku kesal sendiri dan bergumam naik motor bagaikan bekicot. Pikirku
hanya biarin. Hingga perjalanan jarak 5 km motor masih kukendarahi, aku melihat
sebuah masjid di pinggir jalan. Tanpa ragu aku justru belok ke kiri. Dan dengan
kaget adikku menyentakku. Aku tak tahu ini keputusan bodoh atau bagaimana. Tapi
sudahlah. Lupakan wawancara itu. Aku masih malas bekerja. Aku masih trauma
karena baru 4 bulan yang lalu aku resign dari tempat kerjaku. Apalagi aku masih
kesulitan harus terpisah jauh dari keluarga.
Dari situ adikku menghargai keputusanku. Dia tahu bagaimana
perasaanku. Tapi justru aku yang tidak menghargai perjuangannya mengantarku. Perjuangan
kedua orang tuaku menguliahkan aku. Dan mematikan harapan orang tuaku. Di
masjid itu, ketika adikku sedang sholat dhuha, aku menangis teringat
pengorbanan kedua orang tuaku. Tapi apalah daya. Moodku sudah hilang tak
karuan.
Kami sepakat agar tidak percuma sampai di luar kota, kami berdua
justru berkunjung di tempat wisata di kota tersebut. Di sana aku hanya
termenung. Menyesali, mengapa aku bisa menjadi anak sepecundang ini. Tidak ada
jiwa pemimpin atau bisa dibilang tidak tahu diri. Meskipun bunyi telepon terus
saja berbunyi dari ayahku. Hingga kujawab bahwa wawancara telah selesai. Fix,
aku bohong.
Kesalahan besar yang aku buat secara sengaja. Satu, aku membuang
kesempatan yang ada. Kesempatan tidak datang dua kali. Besok lagi tidak boleh
diulangi. Kedua, aku tidak sayang dengan keluargaku, adikku dan kedua orang
tuaku. Meskipun aku tidak tahu rasa sayang itu yang seperti apa. Tapi aku telah
menyepelekan pengorbanan mereka. Tidak boleh diulangi. Kesalahan ketiga, aku
telah berbohong dengan orang tuaku. Yang kutahu orang tauku tidak pernah
mengajariku untuk berbohong tapi mengapa aku bisa menjadi pembohong seperti
ini. Aku tidak tahu, nyatanya kehidupan dewasa bisa merubah karakter seseorang.
Maafin aku. Aku tahu
kesalahan jika dilakukan itu terasa nikmat dan makanya akan besar kemungkinan
dilakukan lagi. Ini yang terakhir. Tidak boleh aku berbuat semacam ini. Jangan
diulangi lagi. Bismillah. Jadi anak baik. Yang bisa membanggakan kedua orang
tua. Mengangkat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar