Oleh : Rini
Handayani
Tahun 2010-2035
Indonesia memasuki periode bonus demografi, dimana usia produktif paling tinggi
diantara usia anak-anak dan orang tua. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah
penduduk Indonesia usia muda lebih banyak dibandingkan dengan usia tua. Jumlah
anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta jiwa, sedangkan anak usia
10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Pada tahun 2045, diproyeksikan anak
kelompok usia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20
tahun akan berusia 45-54 tahun. Tentunya pada periode tahun 2010 sampai tahun
2035 kita harus melakukan investasi besar-besaran dalam bidang pengembangan
sumber daya manusia (SDM) sebagai upaya menyiapkan generasi 2045, yaitu 100
tahun Indonesia merdeka.
Dalam rangka
menyiapkan generasi emas usia dini merupakan periode fundamental bagi
perkembangan individu untuk usia berikutnya. Usia dini menjadi masa yang sangat
berharga membentuk periode kehidupan manusia, seperti dijelaskan Frobel (dalam
Roopnaire and Johnson, 1993) memandang usia dini sebagai “a noble and malleable phase of human life”. Di usia dini seorang
anak memiliki masa keemasan (the golden
age). Dimana pada periode ini perkembangan fisik dan mental seorang anak
akan sangat menentukan kualitas kecerdasan, kesehatan, dan kematangan emosional
di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan hasil riset yang merekomendasikan
bahwa perkembangan kecerdasan terjadi sangat pesat pada awal tahun kehidupan, yakni
sekitar 50% dari kecerdasan orang dewasa terjadi ketika anak berumur 4 tahun,
dan 80% telah terjadi ketika anak berumur 8 tahun, (Fasli Jalal, 2000). Goleman
(1995) juga mengkaji bahwa periode ketiga atau ke empat tahun pertama anak
didik merupakan periode yang subur bagi perkembangan kecerdasan emosi.
Pendidikan anak usia
dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Menurut Afia Rosdiana 2005: 59 tumbuhnya lembaga-lembaga PAUD
yang begitu cepat, tidak dibarengi tranformasi suatu pemahaman yang merata dan
memadahi kepada masyarakat luas tentang pemberian bentuk pembelajaran secara
terencana dan berjenjang kepada anak usia prasekolah. Sehingga keberhasilan
upaya mengoptimalkan perkembangan anak tidak hanya dilihat dari sisi lembaga,
namun juga harus didukung peran serta orang tua di rumah. Persepsi yang selama
ini berkembang bahwa pendidikan anak sepenuhnya diserahkan kepada pendidik PAUD
di ”sekolah” karena pendidik dianggap tahu segalanya sekiranya hal tesebut
perlu dikoreksi.
Kenyataan
di masyarakat orang tua sudah merasa gugur kewajibannya dalam mendidik anak,
ketika anak tersebut sudah dimasukkan di lembaga pendidikan. Hal ini amat
disayangkan, mengingat anak sebagian waktunya justru berada di rumah. Keluarga
utamanya orang tua tetap mengambil tanggung jawab terbesar dalam mendidik anak,
namun sebaliknya peran ini justru dilupakan. Pemahaman orang tua tentang PAUD
yang relatif rendah yang mungkin menjadi permasalahan di masyarakat. Mereka
mendidik hanya berdasarkan pengalaman atau warisan keluarga. Ketimpangan antara
perlakuan guru yang diajarkan di lembaga PAUD dengan orang tua di rumah
dikhawatirkan menjadi ambiguitas pada anak-anak. Ambiguitas sering terjadi
karena perbedaan perlakuan antara pendidik di sekolah dengan orang tua di rumah
dalam satu kasus yang sama. Jika hal ini terjadi, maka akan berakibat kurang
baik (setidaknya menimbulkan kebingungan) terhadap perkembangan psikologi anak.
Tantangan lain, tenaga pendidik yang berkualifikasi dan berkompentensi yang ada
sangat terbatas, serta yang berlatar belakang pendidik PAUD masih heterogen
bahkan tak sedikit yang berdasar pengalaman semata. Suara Merdeka:2006.
Dengan
kata lain, masalah dalam PAUD adalah masih kurang pemahaman masyarakat tentang
PAUD, Orang tua belum menyadari bahwa tanggung jawab terbesar mendidik ada pada
orang tua, dan masih banyak pendidik yang belum kreatif, inovatif, dan
menguasai tentang konsep PAUD.
Melihat peran
pentingnya PAUD dan kondisi yang ada saat ini kami memiliki solusi CLUSTER PAUD. Wikipedia mendefinisikan
bahwa cluster (dalam sistem berkas)
atau allocation unit dimaksudkan
untuk mengurangi keborosan dalam melakukan manajemen terhadap struktur data. Dari
pengertian tersebut kami merumuskan CLUSTER
PAUD, Grand design pendidikan sekaligus
political will berbasiskan anggaran (Budgeting) yang memadai untuk memberikan
aksesibilitas bagi anak didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan secara
memadai, berkualitas untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini.
Penyediaan aksesibilitas
pendidikan ini memberikan sinyal bahwa eksistensi “managing school” menjadi sesuatu yang urgen menghadirkan generasi
emas pendidikan pada setiap jenjang dan tingkatan pendidikan berikutnya. Dimana
pengelola lembaga pendidikan (managing
school) diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dan
berdaya saing agar terbentuk generasi emas Indonesia yang cerdas komprehensif,
ditandai dengan generasi Indonesia yang produktif, inovatif, damai dalam
interaksi sosialnya, sehat dan menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan
berperadaban unggul (Muhammad Nuh, 2012).
Untuk mencapai Cluster PAUD ini, kami memiliki beberapa
strategi untuk mengimplementasikannya, yaitu melalui CLUSTER (Combine Stakeholder and Regulation System) :
1. Combine Stakeholder
Kerjasama antara
pemerintah, masyarakat dan orang tua berfungsi menopang dalam mencapai tujuan
meningkatkan partisipasi anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah
dalam hal ini kabupaten, kecamatan dan yang paling dekat dengan masyarakat
adalah perangkat desa turut memberikan dukungan penyedia lembaga PAUD yang
memadai, penyediaan gizi dan asupan makanan yang sehat bagi anak, memberikan
kesadaran akan pentingnya lembaga PAUD sebagai instrumen pendidikan untuk
menyiapkan generasi emas Indonesia.
Dalam Combine Stakeholder ini ada beberapa
bentuk kegiatan yang bisa disinkronisasikan antar lembaga PAUD dan pihak stakeholder melalui Parenting School karena pelaksanaan dan konsep PAUD di sekolah
sudah selaras dengan tujuan visi dan misi. Hal ini tidak akan tercapai secara
maksimal apabila orang tua ataupun pengasuh anak yang mana mereka memiliki jam
temu yang lebih banyak daripada waktu di sekolah tidak memberikan pendidikan di
lingkungan keluarga dengan baik. Melalui parenting
school ini, pemahaman konsep PAUD tidak hanya dari pihak guru PAUD saja,
tetapi ada transfer ilmu bahwa orang tua setidaknya memiliki pemahaman terkait
konsep mendidik anak usia dini untuk di rumah.
Media pembantu lainya
seperti forum dikusi orang tua, buku panduan dan sosialisasi kesehatan bagi
anak usia dini. Parenting School memiliki konsep layaknya sekolah non formal
ataupun bimbingan belajar, dimana memiliki jumlah pertemuan yang terbatas yaitu
sebulan sekali. Melalui parenting school ini oarang tua atau wali siswa bisa
mendapatkan ilmu sebagaimana guru PAUD yang sudah profesional. Selain itu,
dalam parenting school ini bisa menjadi media komunikasi yang efektif anatara
guru dan oarang tua terkait perkembangan anak dan diskusi antar orang tua untuk
saling belajar mendidik anak-anaknya.
2. Regulation System
Pemerintah Kabupaten
juga perlu melakukan intervensi anggaran untuk menggenjot program PAUD,
memberikan bantuan rintisan, alat permainan edukasi, dan serangkaian program
yang telah disiapkan berhubungan dengan PAUD. Bantuan dalam hal ini melalui
Program bantuan siswa miskin PAUD yaitu
program dari himpunan pemerintahan setempat yang bertujuan untuk menghilangkan
halangan siswa miskin berpartisipasi untuk bersekolah dengan membantu siswa
miskin memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak, membantu siswa
memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran, mendukung program PAUD serta
membantu kelancaran program sekolah.
Seperti dalam Combine Stakeholder diatas, dalam hal
ini himpunan stakeholder tadi mampu
mandiri dalam hal finansial untuk pemerataan pedidikan di PAUD. Melalui BSM
yang berasal dari himpunan masyarakat, lembaga dan pemerintah untuk
bersama-sama membantu dan mengembangkan pemerataan pendidikan secara masive.
DAFTAR PUSTAKA
ACDP
INDONESIA. PAUD Holistik-Intergratif
untuk Perluasan Akses dan Peningkatan Layanan. Diakses di https://acdpindonesia.wordpress.com/2013/10/21/paud-holistik-integratif-untuk-perluasan-akses-dan-peningkatan-layanan-3/ pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 22.15 WIB
Fidesrinur. Pemerataan dan Perluasan Akses Layanan PAUD.
Diaks es di http://tfmpacitan.blogspot.co.id/2010/03/pemerataan-dan-perluasan-akses-layanan.html pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 23.00 WIB
Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI. Komisi I RNPK 2015
Sediakan Materi Pendidikan Orangtua, Tingkatkan Mutu PAUD. Diakses di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/siaranpers/4013 pada tanggal 22 Oktober 2015 pukul 21.00 WIB
Permendiknas no 58 tahun
2009
Roopnaire, J.L & Johnson, J.E.(1993). Approaches to Early
Childhood, Education,2nd Edition. New York : Merril.
Subdit
Program dan Evaluasi Dit. Pembinaan PAUD. Perluasan
Layanan PAUD melalui Prinsip 5 K. Diakses di http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.co.id/2013/04/perluasan-layanan-paud-melalui-prinsip.html pada tanggal 25 Oktober 2015 pukul 09.00 WIB
Wikipedia.Pendidikan
Anak Usia Dini. Diakses pada https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini pada tanggal 23 Oktober 2015 pukul 09.02 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar