Minggu, 30 Agustus 2015

Kejanggalan Sektor Keuangan terhadap Sektor Riil di Indonesia

Kejanggalan Sektor Keuangan terhadap Sektor Riil di Indonesia
Gregorio (1999) dan Alejandro (1985) mengemukakan bahwa kedalaman sistem keuangan suatu negara akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena dapat mengalokasikan dana secara efektif ke sektor-sektor yang potensial, meminimalkan risiko dengan diversifikasi produk keuangan, meningkatnya jumlah faktor produksi atau meningkatnya efisiensi dari penggunaan faktor produksi tersebut, dan meningkatnya tingkat investasi atau marginal produktifitas akumulasi modal dengan penggunaan yang semakin efisien. Artinya bahwa perkembangan sektor riil seharusnya senilai positif dengan perkembangan sektor moneter.

Perkembangan sektor riil perekonomian yang diangap sudah cukup maju selama ini ternyata belum seiring atau didukung oleh perkembangan sektor keuangannya. Bahkan seakan tidak ada hubungan signifikan antara perkembangan sektor riil dengan sektor keuangan.
Perkembangan sector keuangan di Indonesia, yang terdiri dari perbankan dan pasar modal berjalan cukup pesat, terutama 17 tahun terakhir ini, dimana sejak tahun 1998. Seharusnya, perkembangan sector ini menjadi pendukung perkembangan sector riil, mengingat fungsi utamanya adalah sebagai financial intermediary bagi sector riil. Namun demikian, pada perkembangannya, pergerakan sektor keuangan justru melampaui sektor riil, terutama setelah tahun 2010. Jika ditelusur lebih dalam, dari sektor keuangan, kapitalisasi pasar sahamlah yang mendominasi perkembangan ini dan kemudian diikuti oleh kapitalisasi bank yang dilihat dari dana pihak ketiga (DPK) yang dikumpulkan bank.
Menurut pendekatan survei, tampak bahwa selama periode 2007 ternyata sumber pembiayaan investasi perusahaan misalnya terutama bersumber dari dana internal mereka sendiri, mencapai kisaran 60%. Kemudian bersumber dari perbankan dalam negeri, rata-rata 21%, selanjutnya dari dana afiliasi, mencapai rata-rata 9%. Baru dana lainnya sebesar ratarata 6%, kemudian dana dari bank luar negeri sebesar rata-rata 4%. Dan yang paling kurang adalah dana dari pasar modal, khususnya saham dan obligasi, yakni hanya sekitar 1,5%.


SUMBER
Dede Ruslan. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan. Analisis Financial Deepening di Indonesia.
Marsuki. Mewaspadai “Definansialisasi” Perekonomian Indonesia
Ahmad Erani Yustika, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef. Menata Sektor Keuangan.


Tidak ada komentar: