Selasa, 14 Juli 2015

Analisis Pendidikan Desa Ketiwijayan Purworejo


Pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerus. Namun yang kita ketahui bahwa kesadaran masyarakat akan pendidikan di berbagai daerah berbeda-beda tergantung corak budaya dari masyarakat tersebut. Berikut saya akan menggambarkan bagaimana kesadaran masyarakat tentang pendidikan di Desa Ketiwijayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.

Kesadaran akan pendidikan di desa saya tergolong sedang atau masih dalam keadaan wajar. Dimana kesadaran masing-masing keluarga akan pendidikan anak-anaknya masih dipengaruhi oleh mata pencaharian mereka sehari-hari. Sebagian besar warga Ketiwijayan mempunyai mata pencaharian petani. Jadi tidak heran jika seorang petani yang sebagian besar adalah lulusan SD hanya mampu mensekolahkan anaknya hingga jenjang SMK. Hal ini menandakan adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pendidikan. Meskipun lulusan SD, petani di Desa Ketiwijayan masih mempunyai harapan terhadap anaknya bahwa anaknya bisa mempunyai pendidikan dan kehidupan yang lebih baik daripada orangtuanya. Sudah tidak heran bahwa anak laki-laki dari petani di Ketiwijayan menjadi siswa SMK dengan mengambil jurusan otomotif atau kita kenal STM, lain dengan anak perempuan dari petani di Ketiwijayan yang menjadi siswi SMK jurusan Akuntansi atau kita kenal SMEA. Sedangkan pada anak dengan kemampuan otak pandai, mereka akan bersekolah di SMK favorit milik negeri seperti SMK N 1 Purworejo atau SMK N 2 Purworejo, lain halnya dengan anak berkemampuan otak sedang, mereka bersekolah di SMK swasta yang seperti biasanya yaitu Institut Indonesia, SMK Pancasila, SMK Sawunggalih,  atau SMK Widya. 20% mereka melanjutkan kuliah sedangkan 80% pendidikan mereka di sekolah hanya sampai di situ. Mereka kemudian bekerja, merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai buruh pabrik. Mereka tidak melanjutkan ke PT dikarenakan faktor ekonomi dan keinginan dari mereka yang ingin segera membahagiakan orang tua seperti merenovasi rumah, membelikan sepeda motor dan emas, atau melunasi hutang-hutang orang tua. Ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan hanya mengantarkan anak untuk bekerja jadi buat apa lama-lama menuntut ilmu jika pada akhirnya bekerja juga. Orang-orang yang seperti ini menyekolahkan anaknya sampai SMK dikarenakan faktor gengsi.
                Lain halnya dengan masyarakat di Ketiwijayan yang bermata pencaharian PNS. Kesadaran mereka akan pendidikan sangat tinggi. Hampir 100% anak-anak dari mereka sekolah di SMA favorit dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Jadi tidak heran jika mayoritas anak-anak di Desa Ketiwijayan yang kuliah masuk di Perguruan Tinggi favorit seperti UI, UGM, ITB, UNDIP, UNS, UNY, atau UNNES. Ada juga yang melanjutkan di Sekolah Tinggi seperti STAN dan STIS. Bahkan di angkatan saya tidak ada yang kuliah di PTS karena tidak diterima di PTN.

                Kesadaran masyarakat akan pendidikan dipengaruhi faktor mata pencaharian dan dapat dikatakan bahwa jenjang pendidikan terendah dari anak-anak di Desa Ketiwijayan adalah SMK. Desa Ketiwijayan memiliki kesadaran akan pendidikan yang paling tinggi dibanding desa tetangga terbukti bahwa Ketiwijayan menduduki peringkat 2 sekecamatan sedangkan Kecamatan Bayan mendapat peringkat 2 di Kabupaten Purworejo setelah Kecamatan Kutoarjo. Meskipun keadaan Desa Ketiwijayan yang sangat agraris dan bisa dikatakan sangat tradisional, namun mempunyai kesadaran akan pendidikan yang sedang. Faktor yang mempengaruhi bertahannya sifat tradisional di Desa Ketiwijayan meskipun banyak lulusan sarjana adalah karena banyaknya orang-orang yag berhasil dari Desa Ketiwijayan enggan kembali membangun desa ini. Besar harapan saya jika saya sudah berhasil nanti bisa kembali ke desa ini dan membangun Desa Ketiwijayan, kampung halaman saya.   

Tidak ada komentar: