Minggu, 28 Februari 2016

Kisah Inspirasi : Jadilah Pemaaf untuk Dicintai Banyak Orang


Dalam hidup ini beragam. Ada mereka yang mudah marah dan mudah pula memaafkan. Ada pula yang nggak mudah marah tapi mudah memaafkan. Yang mudah marah dan nggak mudah memaafkan ini yang perlu diberi keprihatian. Dan yang terakhir adalah yang nggak mudah marah juga nggak mudah pula memaafkan.
Hari ini gue sedang memiliki problema besar. Kepindahan gue ke kos baru gue nggak semulus yang gue bayangkan. Awalnya gue cukup senang karena kepindahan gue benar-benar disambut oleh seorang anak yang menurut gue orangnya lumayan friendly.

Di antara penghuni kos yang lainnya dia itu cukup berbeda. Dia nggak seneng nongkrong bareng anak-anak kos yang lainnya. Kerjaannya sering banget menyendiri di kamarnya. Dan ini yang sering buat gue penasaran.
Akhirnya gue mencoba mendekati dia dan berharap agar dia kau menjadi teman baru gue. Wow orangnya ternyata bener-bener asyik. Konyol, bercanda kaya orang gila, dan gokil banget pokoknya. Kita sering habiskan waktu di kos bersama. Berbagi makanan, sholat dan ngaji bareng, masak berdua, sampai kemana-mana bersama. Gue bener-bener disambut di kos ini dan gue menjadi semakin betah beradaptasi di lingkungan baru.
Tapi yang namanya orang sering bersama lama kelamaan sifat buruknya jadi keluar. Gue akuin gue orangnya emang nggak gampang gitu aja nunjukin kalau gue marah. Sebenarnya gue sering dibuat marah karena dia yang menurut gue terkadang bercandanya keterlaluan. Tapi gue berusaha nggak nunjukin perasaan gue akan pertemanan gue tetap terjaga. Gue bersikap biasa karena gue yakin perasaan marah gue bisa terkikis oleh berjalannya waktu. Mulai dari gitu aja dia ngebajak handphone gue sampai facebook gue dibajak seolah-olah nggak cari pacar nggak laku-laku, tugas gue diumpetin, dan komentar-komentar gue yang sering dibikin salah. Pokoknya segalanya yang pada akhirnya bisa bikin gue merasa menjadi orang yang terbodoh dan terjelek segalanya.
Tetapi sikap gue yang seolah nggak gampang marah justru membuat dia semakin menjadi. Dia terusan aja ngebully gue. Memang gue orangnya nggak lihai membebaskan diri dari apa yang disebut bully. Padahal gue akuin gue orangnya paling benci sama orang yang sering ngebully. Menurut gue orang ngebully itu seperti fu** to the s***t. Kalau gue ceritain juga nih gue jadi punya blog gini sejak gue sering jadi korban bully makanya gue jadi sering curhat lewat tulisan.
Gue cuman heran aja kenapa pertemanan sekarang sering banget adanya peristiwa bully membully. Seakan perteman hanya tinggal saving image aja. Nggak ada yang namanya enjoying moment. Kalau nggak acara pamer, saling hina, ya bully-membully. Ini yang menurut gue mengapa pertemanan di dunia ini nggak berlangsung lama. Cari temen itu gampang tapi cari sahabat yang susah.
Okay balik lagi ya. Sampai mana tadi kok ngomongnya lontar-lantur. Okay ya sifatnya yang sering ngebully gue lama-lama bikin gue sebel. Padahal sekali pun gue nggak pernah menghina, menghujat, ngebully, atau pun kata-kata lain yang bisa bikin hatinya terluka. Iya, ini gue akuin karena gue nggak suka mendapat perlakuan semacam itu. Jadi nggak ada alasan lain buat gue berbuat semacam itu. Tetapi gue yang selalu berusaha nggak marah justru dia anggap remeh.
Kali ini dia nganggap rendah impian gue. Kalau dia ejek gue menurut gue nggak masalah. Tetapi kalau dia rendahin impian, cita-cita, dan keinginan gue, ini yang nggak bisa gue tolerir. Di sana terdapat harapan dan nurani untuk bertindak. Gue nggak bisa tinggal diam. Sekali-dua kali dia memperburuk citra impian gue nggak masalah. Tetapi yang ketiga kalinya ini yang harus gue buat perkara. Gue mengeluarkan kata-kata yang menurut gue nggak terlalu pedas buat hinaan dia selama ini. "Sombong lho! Sok yes! Sok OK!" Nah begitulah kata-kata gue ke dia kala itu dengan maksud bercanda.
Tetapi ternyata dugaan gue salah. Dia benar-benar marah ke gua dan nggak pernah lagi tegur sapa ke gue. Sampai detik ini setelah dua minggu belum ada kata maaf dari mulut gue dan dia. Tapi meskipun demikian gue tetap ngajakin dia bercanda atau sekadar menyapa. Meskipun nggak ada satu pun reaksi yang dikeluarkan untuk membalas keramah-tamahan gue. Jujur gue emang males buat minta maaf secara langsung ke dia meskipun sebenarnya hati gue udah maafin dia. Tapi mau gimana lagi. Ternyata dia begitu serius menggap ucapan gue kala itu.
Gue hanya nggak ingin dibully aja makanya gue juga males buat meminta maaf ke dia. Pertemanan saat ini seperti ajang bully bukan lagi ajang bagi rasa. Dan itu yang buat gue benci. Gue hanya ingin rasa netral kami berdua aja dan nggak ada rasa kebencian dia ke gue. Tapi menurut gue sifat gue ke dia dengan bersikap seperti netral dan nggak terjadi apa-apa nggak ditanggapi secara baik oleh dia. Dan menurut gue biarkan waktu yang menjawab meluluhlantakkan kebenciannya.
Yang terpenting petistiwa ini sudah mengajarkanku mengenai orang yang menderita karena mudah tersinggung dan nggak mudah memaafkan. Coba saja lihat di kos dia nggak punya temen. Dan bisa gue tebak ini karena anak-anak satu kos punya salah ke dia dan dia nggak semudah itu memaafkan. Gue tahu karena dia pernah cerita seperti itu ke gue.

Kesimpulannya jadilah pemaaf agar senantiasa kamu dicintai. Pendendam itu bukan jalan dikasihi meskipun perkataan maaf tidak bisa mengembalikan sakit yang terlanjur menjadi luka menjadi bersih seakan tak terjadi apa-apa. Pesan gue yang lain adalah betapa besar arti perkataan maaf untuk menjalin komunikasi dengan sesama. Selama ini gue emang diem dan nggak bilang maaf ke dia. But, it means zonk. Seseorang akan merasa berharga, ketika kata maaf telah terucap langsung dari bibir mereka yang berbuat kesalahan. Lain dengan mereka yang hanya diam meskipun sesungguhnya rasa maaf telah ada di dalam hati. Kata maaf memang berat untuk terucap dan salut dari gue untuk mereka yang bisa bilang maaf. Hanyalah mereka orang yang tegar dan kuat. Tapi inginkan kalian menjadi orang yang tegar dan kuat?

Tidak ada komentar: