Senin, 23 September 2019

Jodoh seperti apa yang aku mau?


Ada pepatah yang bilang “jodoh adalah cerminan diri”. Ya, gue setuju akan itu. Meskipun gue nggak tahu siapa yang bikin pepatah itu tapi gue percaya Tuhan itu adil maka tak jarang orang baik berjodoh dengan orang baik dan begitu juga orang jahat berjodoh dengan orang jahat. Meskipun di Film Kisah Nyata Indosiar banyak yang bertentangan, bahkan seringnya gitu. Istrinya cantik dan sholeha, eh suaminya begajulan kaya jelmaan setan. Tapi apapun itu, toh itu hanya film.

Terlepas dari itu, gue sebagai manusia wajar dan selayaknya manusia, gue pasti menginginkan jodoh yang baik, baik menurut Allah dan baik menurut gue. Dan gue pun nggak mau egois, kalau pada akhirnya Allah menakdirkan gue berjodoh dengan orang yang baik versi Allah (Inshaallah baik menurut gue juga). Tapi sebagai manusia gue bercita-cita memiliki jodoh/suami yang perfect versi diri gue. Ingat versi diri gue, bukan versi kalian ya. Tapi gue punya apa? Apakah gue sudah memiliki modal untuk mendapatkan laki-laki seperti itu? Yaa Allah, minder sumpah gue. Bukankan jodoh cerminan dari diri? tapi gue masih jauh memiliki karakter jodoh idaman (yang versi perempuan karena gue perempuan).
Jujur, sampai sejauh ini gue belum menemukan laki-laki dengan kriteria semacam ini. Ya iyalah, orang di umur gue yang masih/udah 22 tahun ini, gue sama sekali belum pernah merasa galau dengan apa itu urusan jodoh. Bahkan gue masih risih kalau harus bahas itu. Yang terpenting bagi gue ialah hanya fokus terhadap pembenahan diri. Maka dari itu, gue di sini akan memaparkan beberapa kriteria jodoh idaman gue. Jangan ketawa ya, gue nulis ini ya selain memaparkan planning bagian hidup gue, di sini gue juga ingin memaparkan beberapa kelemahan yang gue miliki agar nantinya bisa menjadi perbaikan dalam rangka mendapatkan jodoh idaman. Dan beberapa kriteria jodoh idaman gue adalah:
·        Sholeh
Ialah sifat hakiki yang harus dimiliki my future husband. Ya iyalah laki-laki seperti ini yang harus menjadi imam gue. Selain bisa menuntun gue sukses di dunia, dia juga akan menuntun gue sukses di akhirat. Sholeh yang dimaksud bukan yang sholeh yang gimana-gimana. Yang terpenting dia mampu menjalankan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang dan menjaga gue untuk berbuat dosa, syukur-syukur menyuruh gue berbuat benar. That’s right. Gue nggak mau dapat suami yang nggak pernah sholat bahkan nggak bisa sholat. Karena jujur, gue tinggal di desa, banyak laki-laki di desa gue yang nggak sholat. Bahkan ketika bulan Suci Ramadhan banyak dari mereka yang pada nggak puasa. Ada yang sudah beristri maupun yang belum. Illfeel gue rasanya. Jujur, gue juga belum sholehah, masih jauh binggo malah. Tapi yang namanya manusia pasti ada keinginan lah. Selama ini gue sholat lima waktu juga masih bolong-bolong dan nggak tepat waktu. Iman itu naik turun kaya genjotan sepeda. Kalau lagi rajin, gue sholat tepat waktu lima kali sehari, bahkan sholat sunnah dhuha dan tahajud gue jalani. Puasa sunnah juga gue jalani. Tapi kalau lagi enggak, astaghfirullah banget deh gue. Sholatnya bolong-bolong atau “sedangglong” kalau nyokap gue menyebutnya. Okay mulai dari sekarang gue ingin menjaga agama gue lebih baik. Kalau bisa sholat lima waktu tepat pada waktunya dan nggak boleh “sedangglong” lagi. Syukur-syukur sunnahnya juga gue jalani. Tapi yang harus ditekankan ialah gue ingin semakin menjaga agama gue bukan karena semata-mata untuk mendapatkan jodoh yang sholeh tapi ini emang demi kehidupan gue yang lebih baik. Toh,  gue nggak tahu jodoh atau kematian yang akan menjemput gue duluan. Ingat agama akan menuntun gue mendapatkan dunia dan akhirat yang lebih baik.

Tips: Perbaiki sholatm,  syukur-syukur jalankan sunahnya.
·        Pintar dan Optimis
Suami pintar, huh idaman. Gue menginginkan laki-laki yang merasa fakir ilmu dan tidak menutup diri untuk mendapatkan ilmu. Selain itu dia juga nggak larang gue buat belajar lanjut. Belajar di sini tidak mesti harus lanjut kuliah atau gimana kok. Ilmu kan bisa didapat dari manapun. Tapi yang terpenting harus mendukung gue untuk belajar lagi, lagi belajar, dan belajar lagi. Kalau perlu yang bisa diajak tukar pikiran biar ada bahan ngobrol dengan beberapa percakapan yang berbobot. Ceilah berbobot, candaan doang kali. Gue ngrasa  kalau gue nggak pintar, tapi setidaknya gue orangnya suka belajar, bahkan ilmu apapun yang tidak sesuai dengan bidang gue, gue pelajari. Dan satu sifat yang gue yakin sangat menunjang gue mendapatkan masa depan ialah optmisme, termasuk optimis semua ilmu pasti dapat dipelajari. Tapi tidak begitu saja, masih ada beberapa cara belajar gue yang salah, khusunya di universitas kehidupan. Gue sebesar ini belum maksimal untuk belajar sabar, ikhlas, keluar dari comfort zone, mandiri, dan beberapa soft skill yang belum gue miliki, seperti pemalu, tersinggungan, dan susah beradaptasi. Gue juga orangnya susah banget dalam menerima kritik. Itu ialah sifat yang menjauhkan dari ilmu. Okay untuk kedepanya gue akan lebih belajar untuk lebih terbuka dalam menerima kritik, lebih bersabar, ikhlas, mandiri, percaya diri, dll yang pokonya tentang soft skill gue. Oiya btw gue juga nggak bisa masak nih. Habis ini gue mau belajar masak juga ah.

Tips: Terus belajar segala ilmu dan jangan lupa fokus dengan perbaikan soft skill.

·        Bertanggung-Jawab
Nggak perlu panjang-lebar definisi laki-laki bertanggung jawab itu yang seperti apa. Gue hanya membahas berkaitan dengan kelemahan gue aja, apalagi kalau bukan plin-plan. Sifat plin-plan emang salah satu karakter orang nggak bertanggung jawab. Emang gue akui, gue orangnya plin-plan luar biasa. Gue harus perbaiki sifat buruk gue itu. Ingat, jodoh cerminan diri, masa iya gue mau punya suami plin-plan. Entah, mau dibilang plin-plan atau gampang menyerah sih. Masa iya, belum ada setahun gue lulus kuliah, udah tiga kali gue ganti tempat kerja. Ada yang faktor nggak betah, nggak cocok sama bidang gue, sama gaji kecil. Gue harus lebih bertanggung jawab lagi dengan diri gue, meliputi tanggung jawab terhadap pikiran, pebuatan, dan ucapan. Mungkin hal ini disebabkan karena gue orangnya nggak betahan dan bosenan atau mungkin selama ini gue kurang melibatkan Allah dalam menjalankan sesuatunya. Se-enggak-enaknya pekerjaan kalau lagi beradaptasi akan lebih menyenangkan ketika terus menjalani dengan melibatkan Allah dalam segalanya. Karena Allah akan membuat kita lebih kuat.
Jujur sih, gue sering-keluar masuk perusahaan dikarenakan gue selalu menggantungkan sama usaha gue yang pernah gue rintis sewaktu kuliah. Usaha gue udah lumayan menghasilkan dan memiliki beberapa karyawan freelance. Tapi bukan masalah itu, lebih ke masalah tanggung jawab sama yang gue omongkan di waktu wawancara. Bahkan dari tiga pekerjaan itu hanya ada satu lowongan yang dibutuhkan dan mereka memilih gue. Tapi guenya malah kabur gitu aja, nggak bertanggung jawab sama sekali. Lalu tanggung jawab gue sama orang tua gue gimana? Sebenarnya orang tua gue lebih seneng anaknya kerja di kantoran dari pada harus berwirausaha. Katanya mumpung masih muda, bisa dapat pengalaman yang pada nantinya akan berguna ketika gue bikin usaha yang lebih kompleks lagi. Bener juga sih, lagian kalau gue amati usaha gue yang gue rintis di waktu kuliah juga cuman semakin bertambah benefitnya saja, tapi manfaatnya untuk orang lain belum terlalu.
Kembali ke jodoh, mungkin akan sangat menyenangkan kalau punya suami yang selain punya usaha sendiri tapi juga punya gaji tetap dari perusahaan atau dengan kata lain gaji double. Mungkin itu yang harus gue miliki sebagai imbas jodoh cerminan diri. Ok, gue habis ini mau cari kerja lagi sekaligus masih menjalankan bisnis gue. Syukur-syukur dapat kerja yang semakin baik dan usaha gue semakin besar dan bermanfaat.

Tips: Tanggung jawab terhadap perkataan, pikiran, perbuatan, hati-hati membuat keputusan, dan selalu libatkan Allah.

·        Good Looking
Good looking artinya enak dipandang. Tampan atau keren tidak harus menentu tentang hidung mancung, kulit putih, bibir merah, atau pun tentang fisik dari Tuhan. Tapi yang dimaksud di sini ialah bersih dan rapi. Ya pokonya tidak “nyepeti” atau bau. Lhah guenya gimana? Jujur kalau dari fisik gue nggak cantik banget dan nggak juga jelek banget. Pokonya kalau di kerumunan orang gue nggak paling cantik sekaligus nggak paling jelek. Tapi ada sifat buruk gue yang nggak gue sukai. Gue cuek banget orangnya, nggak suka dandan, dan males mandi. Bahkan untuk mandi aja gue mesti disuruh. Kalau lagi males mandi sekali sehari, kalau lagi rajin mandi dua kali sehari. Berarti normalnya kalian, rajinnya gue. Duh gue egois banget ya? Mana mau gue punya suami males mandi tapi guenya gimana? Soal pakaian gue juga pantes disebut “sak-sake”. Padahal gue kalau lihat penampilan cowok sok begitu detail tentang model pakain yang mereka pakai atau bahkan soal warna. Iya emang bener, “busana ajining salira”.  Bagaimana pun penampilan tetap menggambarkan kesan pertama. Selama ini gue juga nggak suka dandan. Dandanan gue sewajarnya manusia nggak suka dandan bukan mereka yang modis atau fashionabe. Bahkan pakai handbody aja gue nggak pernah. Kalau urusan dandan kayanya nggak perlu dirubah deh. Yang penting gue harus lebih detail dan rajin dalam merawat diri.

Tips: Lebih rajin dan detail merawat diri.

·        Sayang Sama Keluarga
·        Good Manajerial
·        Mapan (Sunnah)

Tidak ada komentar: